Dongeng Sebelum Tidur by tammi prastowo - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

 

EDITOR HARUS BISA MENULIS

 

Editor harus bisa menulis. Begitulah pesan yang kuat disampaikan dalam seminar kemarin. Tema yang diangkat tentang revitalisasi peran editor dalam dunia perbukuan dan kebahasaan.

Yang ingin kutuliskan bukanlah mengenai isi materi seminar tersebut. Menurutku itu sudah tercermin dari isi makalah para pembicara. Namun yang menggelitikku untuk mengomentarinya adalah pernyataan pertama tadi: editor harus bisa menulis. Mengapa demikian? apa manfaat yang bisa diperoleh dari kemampuan menulis tadi?

Sepanjang pengamatanku, di lapangan jarang dijumpai editor yang pandai menulis. Kebanyakan editor hanyalah memperbaiki kesalahan tata bahasa dan penggunaan tanda baca. Salah satu kemampuan yang paling populer adalah merangkai sekian banyak kutipan untuk menjadi satu tulisan. Selanjutnya, sang editor mengompulasi tulisan-tulisan tersebut menjadi berpuluh-puluh halaman sehingga layak dicetak sebagai satu buku. Inilah gambaran yang kutemui di sekitar tempatku bekerja.

Artinya, seorang editor tidak meluangkan sedikit waktu dari 24 jam yang dia miliki untuk menuangkan ide aslinya atau  tanggapan terhadap suatu fenomena yang dicermati menjadi satu karya tulis. Akibatnya, ide dan tanggapan tersebut segera menguap seperti embun disinari mentari. Sungguh ini suatu kehilangan yang cukup besar. Jika saja sang editor mau menuliskan ide yang terlintas di benaknya setiap hari, dalam waktu seminggu paling tidak dia memiliki tujuh ide. Dalam waktu sebulan, terbangunlah satu bank ide yang dapat ditindaklanjuti. Itulah salah satu manfaat menuliskan ide kita. Apabila yang ditulisnya setiap hari itu tanggapan atas suatu peristiwa yang menarik hati, dalam waktu sebulan dia akan memiliki kliping tanggapan yang dapat meneguhkan eksistensinya sebagai manusia. Pernyataan ini tidak berlebihan. Mengapa demikian? karena orang lain akan dapat melihat dirinya sebagai pribadi yang berbeda dari pribadi lain. Lewat pemikiran dan tanggapan itu, orang lain dapat mengukur keberadaannya sebagai pribadi merdeka.

Nah, kembali ke topik semula. Editor sebagai the king maker  sebenarnya memiliki peran besar dalam pembuatan suatu buku. Sayangnya, peran itu tertutup oleh nama penulisnya, sehingga yang dihargai oleh publik adalah penulisnya. Agar tidak semakin tenggelam di balik nama penulis, editor harus unjuk gigi. Tidak harus editor menulis buku yang sama dengan karya penulis. Salah satu langkah cerdas yang bisa ditempuh adalah dengan menuangkan ide dan tanggapannya melalui tulisan. Kelak, orang dapat mengetahui kapasitasnya sebagai the king maker. Mulai sekarang ayo tuliskan ide dan tanggapan yang anda miliki.