Luminesca by Asr - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

V – Kota Althenna

 

“Aku punya seorang kenalan yang dapat membantu kita,” Sheraga memberitahu, tanpa melonggarkan kecepatan larinya sedikit pun. “Setidaknya saat ini kita harus keluar dari Luminesca.”

Dia menggiring Eric dan Dionde menuju hutan, dengan Feorynch yang tak sadarkan diri di punggungnya. Sebelumnya, mereka berhasil keluar dari istana berkat bantuan Sheraga. Untunglah orang itu telah memperhitungkan kemungkinan gagal, jadi dia membawa sebuah tabung besar berisi gas tidur, senjata terakhirnya. Dionde yang melempar tabung itu pada saat kritis. Perbuatan tersebut rupanya lebih dari cukup untuk memperluas jarak dengan para pengejar, mengakibatkan mereka kehilangan jejak.

“Di mana kenalanmu itu?” tanya Dionde. “Apa kita punya cukup umur untuk tiba di sana?”

Sheraga mengangguk. “Setelah keluar dari hutan ini, kita akan menemukan sebuah desa. Dia tinggal di situ,” Dia mempercepat larinya. “Ayo, kita harus lebih cepat dari para prajurit bedebah itu!”

Seusainya, tidak ada lagi pembicaraan. Fajar telah menyingsing ketika akhirnya mereka sampai di desa yang dimaksud. Bagai tanpa berpikir lebih dulu, Sheraga langsung menuju sebuah rumah yang terlihat paling mencolok di antara yang lainnya, dan menggedor pintunya secara seenaknya.

“Shimon! Shimon!” panggilnya tergesa-gesa. “Keluar kamu, Shimon Shalafar!”

Eric dan Dionde saling berpandangan. Rasanya keduanya takkan bersikap seperti Sheraga bagaimana pun yang terjadi.

Tak lama, seseorang membuka pintu. Dia adalah Elf muda berwajah kusut dan tampak baru bangun tidur. “Ada apa, Kawan?” tanyanya. “Ini masih pagi.”

“Aku butuh makanan dan kuda-kuda terbangmu,” Sheraga memberitahu tanpa basa-basi. Lalu dia mengeluarkan kantong kulit dan menyerahkannya pada Elf yang bernama Shimon itu. “Ini bayarannya! Cepatlah! Jangan banyak tanya, kami sedang dalam bahaya!”

Eric tertegun. Itu adalah uang yang dibawa Feorynch beberapa pekan silam. Sheraga menyerahkan semuanya untuk Elf di depannya. Bagaimana kita bisa bertahan hidup nantinya?

Shimon pun mengangguk pelan-pelan, kelihatan segan. Dia membalas, “B-Bawa saja makanan dan se-semua kudanya, mereka ada di istal. Letaknya di belakang rumah. K-Kalau perlu, mereka bisa jadi milik kalian.”

*

Ini adalah pertama kalinya Eric menunggangi kuda terbang, dan dia tidak yakin ini akan menjadi pengalaman terakhirnya pula. Dionde yang memacu kuda, sementara Eric di belakang. Sheraga dan Feorynch terbang hanya beberapa meter di depan.

“Terbang lebih cepat dan jangan sampai kehilangan jejakku!” perintah Sheraga. “Kita akan melewati jalur yang sedikit berbahaya!”

Eric berpegangan erat-erat pada mantel Dionde. Makin lama, udara dingin semakin mengganas. Kini mereka terbang agak rendah di atas hutan pepohonan eru. Gugusan gunung bersalju yang suram berada di sisi kanan dan kiri. Kabut tebal yang melayang-layang di atas hutan begitu menyulitkan mereka semua. Beruntung, Dionde selalu bisa mengimbangi jarak dengan Sheraga hingga keluar dari hutan berkabut.

Delapan hari berlalu sejak mereka melarikan diri dari Luminesca. Dan selama itulah, belum sekalipun mereka menemukan sebuah kota untuk singgah, melainkan hutan- hutan, perbukitan, atau rawa-rawa beraura jahat yang belum pernah Eric bayangkan sama sekali. Dan Sheraga yang paling sering mengeluhkan keadaan.

Eric dan yang lainnya juga terpaksa bertahan hidup dengan hanya makan dan tinggal seadanya. Terkadang mereka menginap di gua lembap atau di bawah akar pohon. Pun dalam beberapa kesempatan, mereka sampai menunda makan. Tapi setidaknya, sekarang Feorynch telah sadar. Sihirnya cukup membantu dalam menghadapi alam yang kejam.

“Ssh, jadi kamu menyerahkan semua uangnya?” Feorynch uring-uringan pada suatu malam tanpa bintang. “Bagaimana kita bisa hidup nantinya?”

“Semua itu uang Luminesca, sedangkan kita sedang menuju ke wilayah Avratika,” sahut Sheraga seraya menambahkan ranting-ranting ke api unggun. “Jangan panik, selama ada aku keuangan bukanlah sesuatu yang mesti kalian cemaskan. Prioritas kita adalah mengembalikan Elisca, bukan?” katanya, memberi sedikit penekanan—jelas sindiran untuk Eric.

“Ssh, memang begitu adanya,” tukas Feorynch ketus. “Sepertinya kamu setengah hati menjalankan semua ini, ya, ya. Jika kamu keberatan, ssh, kamu bisa pulang sebagai penjahat yang menyerahkan diri.”

“Tidak mungkin,” Sheraga menyangkal. “Setelah semua yang terjadi, takkan ada jalan untuk kembali. Jadi lebih baik terus maju.”

Perdebatan semacam itu terjadi berulang-ulang selama perjalanan mereka ke wilayah kerajaan Avratika, yang tepatnya memakan waktu hampir dua minggu. Tapi lebih banyak waktu dihabiskan dengan saling diam dan berusaha menyambung nyawa. Sungai dan tempat bernaung mulai sulit ditemukan selewat satu pekan.

Avratika merupakan kerajaan terbesar di benua Aethewynn. Di benua ini, ada tiga kerajaan besar; Luminesca yang menerima semua bangsa, Batya untuk para Elf, dan Avratika yang hanya menerima Manusia saja. Dan di antara ketiganya, Avratika merupakan yang paling tertutup dengan negara lain. Bisa dibilang, tempat paling aman untuk bersembunyi jika berurusan dengan Luminesca adalah di Avratika. Sebuah kebetulan, karena sarang Metta Dracunis—menurut Sheraga—berada di sana.

Pada pagi yang dingin di hari kedua-belas, Eric mengembuskan napas lega karena akhirnya mereka menemukan sebuah kota. Sheraga memberi aba-aba pada Dionde untuk mengarahkan kuda terbang ke tempat yang jauh dari gerbang kota tersebut.

“Ini kota Althenna,” Sheraga menjelaskan ketika mereka turun dari kuda. “Yang jelas, sebelumnya aku pernah kemari. Dulu sekali.”

“Apa yang akan kita lakukan di sini dengan tanpa uang sepeser pun?” tanya Eric khawatir. “Kuharap kita bisa menghindar dari melakukan perbuatan kriminal.”

Sheraga tertawa. “Tentu saja tidak, Eric! Uang Luminesca mungkin tidak berarti di sini, tapi bersyukurlah karena Feorynch juga membawa benda berharga selain kepingan koin,” Dia melepaskan salah satu dari banyak kalung yang dikenakannya. Bandulnya berupa cincin permata yang pernah dibawa Feorynch. “Setidaknya dengan ini, kita bisa hidup lebih baik selama beberapa waktu. Untuk ke depannya, aku yang akan memikirkan segalanya. Barangkali kita memang harus memulai hidup dari awal lagi di kerajaan ini.”

Sheraga meneruskan, “Sekarang pertama-tama, carilah sebuah penginapan. Aku mulai muak dengan alam terbuka.”