Luminesca by Asr - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

VII – Serangan Mendadak

 

Siang yang mendebarkan itu, Dionde dan Feorynch akhirnya kembali ke losmen. Eric dan Sheraga yang telah berdiam lama langsung tersengat dari kebosanan menunggu. Setelah usaha membunuh Burung Api, keduanya babak belur dan dilanda keletihan yang berlebihan. Sehingga Dionde dan Feorynch yang jauh-jauh mencari seorang pengrajin. Sheraga yang paling merasa bersalah dan malu, karena Dionde sampai harus turun tangan.

Dionde memaparkan, “Sesuai permintaan Martha Alezandeia, bulu Burung Api diubah menjadi lima jubah. Empat untuk kita dan satu untuknya. Sisa dari bulu-bulu itu kugunakan untuk mendapatkan persenjataan dan baju-baju yang baru.” Martha adalah sebutan bagi wanita yang lebih tua atau lebih berkuasa di wilayah Avratika.

Lalu dia menjabarkan pakaian di tangannya. Benda itu menyala keemasan, nyaris tanpa cela. Bahan penyusunnya jelas takkan bisa ditemui di mana pun. Dengan tangan bergetar, Eric menyentuhnya. Jubah itu justru terasa halus dan dingin.

“Martha Alezandeia juga memberikan peta ini,” Dionde membenarkan kacamatanya, lantas membuka segulung perkamen dan menunjuk-nunjuk. “Naga Logam tinggal di Lembah Valatia, lembah yang dikutuk menurut orang-orang di sini. Menurut perhitunganku, kita bisa sampai ke tempat itu dalam waktu sekitar dua minggu menggunakan kuda terbang.”

“Tunggu dulu,” Sheraga menyipitkan matanya. “Buat apa wanita itu meminta jubah yang sama?”

Dionde mengangkat alisnya. “Entahlah, dia tidak bilang. Dia hanya mengatakan, jubah ini dapat menyamarkan keberadaan kita. Naga Logam bisa membaca siapa pun yang hendak menjamah sarangnya, tapi kemampuan itu tidak berlaku selama kita mengenakan ini.”

Sheraga memberengut. “Kukira benda itu dapat melindungi kita dari semburan jarum.”

“Ssh, untuk itulah ini disebut penyusupan,” sanggah Feorynch. “Sejak awal tidak ada yang mengharuskan kita melawan Metta Dracunis, ya, ya.”

Feorynch dan Dionde kemudian membagi-bagi senjata yang mereka bawa. Dua tabung anak panah dan busur baru untuk Eric, belati untuk Sheraga—karena dia tidak bisa menggunakan senjata selain benda itu, serta pedang perak untuk Dionde. Feorynch sendiri tidak diberikan apa-apa.

“Ssh, tiada yang lebih baik dibanding tongkat sihir dari serat kayu berusia ribuan tahun,” terang Feorynch sebelum ada yang sempat membuka mulut. “Ya, ya, dan jangan menatapku iba seperti itu!”

Menjelang fajar di hari berikutnya, mereka meninggalkan penginapan. Dua minggu lebih mereka habiskan di kota ini. Sheraga menyodorkan beberapa keping uang Avratika pada penjaga losmen, namun wanita itu menolaknya.

“Tidak usah,” Dia memberi tanda dengan sopan. “Kalian telah melenyapkan Burung Api yang sangat meresahkan kota. Bila perlu, kalian bisa beristirahat kapan pun sesuka hati.”

Bahkan saat mereka melintasi kota, rupanya para penduduk telah menunggu. Mereka bersorak memberi semangat pada Eric dan yang lainnya, beberapa orang malah memberi pemberkatan dan taburan bunga.

Setelah perjuangan yang keras, akhirnya mereka keluar dari gerbang kota Althenna dan mulai memasuki kawasan hutan. Eric tegang dan penasaran. Dia pernah mendengar bahwa Elf dapat menjadi iblis setelah mati. Estrie dalam bahasanya, sementara orang Avratika menyebutnya Svizari. Dan menurut orang-orang Althenna, Svizari banyak berkeliaran di sepanjang hutan. Svizari jauh lebih berbahaya dari iblis biasa, karena beberapa dari mereka dapat terbang.

Matahari telah menghilang, berganti bulan dan bintang-bintang. Rasi bintang yang terlihat di angkasa memandu Dionde, sebagai pemegang peta, menuju arah utara. Eric kini berada di belakang Sheraga, dan pria itu memacu kuda dengan lamban.

Dekut menakutkan dan suara-suara serangga terus menemani perjalanan. Belum ada tanda-tanda gangguan, namun demikian mereka tak lekas beristirahat. Menurut Dionde, Svizari dapat menyerang sewaktu-waktu. Jadi sebaiknya mencari tempat yang kondusif terlebih dahulu.

Di larut malam salju turun lebih banyak, yang akhirnya memaksa mereka berhenti sejenak. Kuda-kuda pun mulai kelelahan.

Lalu, mereka membagi-bagi pekerjaan. Dionde dan Sheraga memilih dan mempertimbangkan tempat beristirahat yang layak, sedangkan Eric dan Feorynch mencari kayu bakar dan sesuatu untuk dimakan.

“Ssh, lihat itu!” tunjuk Feorynch. “Ada sesuatu bergerak di balik semak. Sepertinya seekor rusa, ya, ya.”

Eric melangkah maju mendekati semak tersebut. Lalu dia mencabut sebatang anak panah, dan melontarkannya. Tetapi, rusa itu berhasil lolos. Dan terus begitu bahkan tatkala Eric telah menghujaninya dengan puluhan panah.

Ini aneh, Eric membatin. Sulit sekali memanah seekor rusa?

Dia menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal, antara curiga dan heran akan kemampuannya sendiri. Entah keahlian dan akurasinya yang menurun, atau hewan itu bukanlah makhluk biasa. Pemikiran yang kedua membuatnya tertantang. Eric jadi ingin memanah rusa berbulu keperakan itu bagaimana pun caranya, tanpa memedulikan teriakan Feorynch yang termegap-megap mengejarnya.

Eric sudah sangat dekat dengan si rusa, siap menembak makhluk itu, ketika dia menyadari daerah hutan telah berakhir. Tepat di depan, tiga meter jauhnya, adalah sebuah jurang. Baru dapat mencerna kenyataan, Eric mendapati si rusa telah lenyap.

Dia berbalik, saat itulah sekelompok orang menampakkan diri dari balik pohon-pohon. Ada sepuluh orang jumlahnya. Dari bentuk zirah dan simbol pada jubah, Eric mengenali mereka sebagai prajurit Luminesca. Lebih mencengangkan lagi, Alberdeith turut serta.

“Kali ini kamu takkan bisa lolos,” ujar Alberdeith mengancam. “Dan kupastikan penderitaanmu dalam hukuman!”

Eric membelalakkan mata. Para prajurit itu menghunuskan senjata masing-masing. Pemburu iblis biasa semacam dirinya jelas takkan mampu mengimbangi mereka. Lagipula, dia tidak ahli menghadapi sesama Manusia.

“Menyerah saja dan kembalikan apa yang telah kamu ambil, perlawananmu takkan berarti sama sekali,” Salah seorang prajurit mencoba melemahkannya. “Satu-satunya jalanmu melarikan diri adalah jurang itu, yang pada akhirnya mengundang mautmu juga!”

“Ide yang bagus,” tukas Eric. “Lebih baik aku mati karena keinginanku sendiri dari-pada menyerahkan diri!”

Dengan gerakan cepat, Eric melompat mundur. Dengan tiga kali lompatan ke belakang, dia terjun bebas ke dalam jurang yang dingin.