“Kita harus menemukan Elisca, bagaimana pun caranya!” Eric berteriak. “Aku tidak peduli walau nyawaku yang jadi taruhannya!”
Dia menyeka matanya. Sudah dua minggu berlalu sejak peristiwa naas di ibukota. Sampai saat ini, Eric masih terbaring. Luka-lukanya belum pulih seutuhnya, dan kabar mengenai adiknya tak kunjung datang dari pihak kerajaan.
Serangan mendadak Metta Dracunis, selain amat merugikan bagi Eric, juga mengakibatkan kerusakan fatal. Korban jiwa berjatuhan, dan terjadi kebakaran besar yang menghanguskan persediaan pangan untuk menyambut musim dingin. Semua itu menambah motivasi Eric untuk membebaskan adiknya, sekaligus membunuh sang Naga Logam.
“Ssh, tenanglah,” Feorynch menenangkan Eric. Dia terus menemani Eric selama masa perawatan. Biasanya Feorynch akan bisa menenangkan Eric dalam situasi apa pun, namun tidak berlaku untuk waktu kini.
“Ya, ya, Eric,” sambung Feorynch. “Andai aku dapat melakukan sesuatu. Andai aku tahu ke mana perginya makhluk kejam itu, ssh. Tentu aku mau membantu. Ssh, tapi pikirkan keadaanmu lebih dulu!”
Eric mengepalkan tinjunya. “Seandainya aku menghentikan Elisca waktu itu... Jika saat itu aku lebih cepat untuk melarikan diri...”
“Ssh, jika saja Sheraga tidak berulah,” balas Feorynch tajam. “Ssh, ya! Semua ini takkan terjadi kalau Sheraga tidak mencoba-coba hasil kegilaannya!”
Eric bergeming, dia justru semakin berduka. Feorynch ada benarnya, tapi Eric sendiri menyangkal penjelasannya. Semua bencana ini memang takkan menimpanya kalau bukan karena eksperimen Sheraga. Namun Eric tak bisa melimpahkan seluruh kesalahan pada pria itu. Biar bagaimana pun, masalah Elisca telah menjadi tanggung jawab Eric sendiri.
“Tapi itu semua salahku juga...” Eric akhirnya bersuara. “Aku kurang cepat. Aku tak bisa bertindak di kala nyawa adikku terancam.”
Feorynch bangkit dari kursi. “Ssh, jangan terus- menerus menyalahkan dirimu!” raungnya. “Ya, ya, Sheraga penyebabnya dan kenyataan pun bilang begitu, ssh!”
“Lalu kamu mau apa?” sahut Eric bimbang. “Menyalahkan dan menghukum orang itu takkan mengembalikan adikku.”
Pintu menjeblak terbuka ketika Feorynch baru menggerakkan bibir. Dionde menyusur masuk. Wanita itu membawa nampan berisi cangkir dan sup yang mengepulkan asap harum, lalu diletakkannya di atas meja terdekat. Dia segera mengambil posisi di sebelah Feorynch.
“Bagaimana keadaanmu?” tanya Dionde.
“Tidak baik,” sahut Eric cepat. “Aku hanya ingin... bertemu dengan Elisca. Ya, itu saja yang bisa membuat keadaanku membaik.” Dia memunggugi Dionde dan Feorynch.
“Aku akan berusaha semampuku. Tapi bayangkan, Eric. Kita tidak tahu di mana adikmu berada atau bahkan tempat Metta Dracunis berdiam. Mustahil bagi kita untuk pergi begitu saja tanpa tahu arah,” papar Dionde dengan sabar.
Menyadari Eric tidak tertarik, wanita itu termenung selama beberapa saat sebelum kembali bertutur, “Tapi... sepertinya aku ingat sesuatu. Metta Dracunis, Naga Logam... makhluk itu memiliki kelemahan. Aku hanya perlu mengingat kembali di mana pernah membaca bagian tersebut. Akan kucari informasi apa pun semampuku, barangkali bisa berguna. Ya, kita masih punya harapan!” ujar Dionde bersemangat. Eric belum pernah melihat saudara tuanya itu segembira ini sebelumnya.
“Terima kasih,” ucap Eric tulus.
“Persoalannya tidak sesederhana itu,” Sheraga tiba- tiba memasuki pembicaraan. Tanpa suara, dia telah berdiri di ambang pintu. Dada dan kepalanya masih dibebat perban. “Aku sudah lebih dulu tahu mengenai Naga Logam. Seorang klienku berkata, kita perlu ke wilayah Avratika untuk menemukannya.”
“Avratika?” Eric mendelik. “Ternyata selama ini kamu menyimpan pengetahuan, tapi baru sekarang memberitahu kami?”
Sheraga mendesah malas. “Kalau aku memberitahumu sejak awal, kamu pasti melakukan hal-hal gila walau dalam keadaan babak belur. Aku selalu paham sikapmu, Eric.”
“Tapi kamu membahayakan adikku!” Eric memekik. “Bagaimana jika sesuatu yang buruk menimpanya?!”
“Maka biarlah itu terjadi,” Sheraga menegaskan, tatapannya lurus. Tanpa sesal. Dia mendekati Eric. “Jangan jadi orang bodoh, Eric. Kamu mungkin kehilangan seseorang yang berarti dalam hidupmu, namun bukan berarti kamu harus menghilangkan dirimu juga. Kamu punya tanggung jawab lainnya.”
“Tidak!” bantah Eric. “Tanggung jawabku adalah menjaga adikku. Itulah kesepakatan yang kubuat dengan orangtuaku! Apa hak bagimu mengatakan aku harus berhenti?!” Dia turun dari tempat tidur, menghampiri Sheraga.
“Dengar,” Eric berkata tenang, menunjuk Sheraga. Dia mengumpulkan keberaniannya lebih dulu sebelum menegaskan, “Kalau kamu tidak ingin ikut dalam pencarian ini maka katakan saja. Aku tak pernah memaksamu turut serta. Tapi jangan pernah menghentikan keinginanku demi kepentinganmu sendiri!”
“Pahami maksudku juga,” Sheraga menyuruh. Dia memegangi bahu Eric dengan erat. “Kamu telah salah pengertian. Kamu belum tahu apa saja yang bisa mengancam jiwamu. Pikirkan dampaknya, perjalanan ini akan memakan waktu lama dan pengorbanan yang besar. Mungkin termasuk pengorbanan nyawa. Dan setelah semua itu pun, kamu masih harus menghadapi lebih banyak risiko. Aku hanya mengingatkanmu pada akal sehat, apa aku salah?”
Feorynch menyela, “Ssh, kita adalah pemburu iblis terbaik di kota ini. Dan kalau pun harus menghadapi naga itu, setidaknya kita masih mampu. Ya, ya, dan lebih baik lagi jika kita bisa menyelinap, menghindari kontak. Ssh, jadi apa lagi yang harus dipertimbangkan?”
“Dia benar,” Dionde menggangguk. “Lebih baik mencoba melakukan sesuatu daripada berdiam diri saja. Sheraga, apa kamu lupa bahwa Elisca juga sudah seperti adikmu sendiri, bahkan memberimu ruang di sini?”
Sheraga mendengus gusar. “Baiklah, kalian menang. Tapi kuingatkan, penjelasanku belumlah usai. Kemungkinan untuk bisa mengelabui Naga Logam adalah nol. Makhluk itu bisa membaca pikiran dan merasakan sesuatu yang datang, bahkan dari jarak yang jauh.
“Dan satu-satunya cara untuk dapat melukainya adalah dengan sebuah senjata. Aku yakin belum banyak di antara kita yang tahu dan akan terenyak mendengarnya.” Sheraga menghela napas. “Untuk menaklukan sang naga, kita memerlukan Tombak Api. Itulah artefak yang dilindungi kerajaan ini, dan dijaga dengan amat ketat di dalam istana raja. Jangankan untuk merebut benda itu, aku bahkan amat ragu jika kita bisa menembus benteng pelindung lapis pertama.”
Tapi semua orang tampak tidak terpengaruh dengan ucapan Sheraga, seolah hal itu bukan masalah serius. Sheraga mendengus panjang.
“Ssh, aku bisa menggunakan sihir—“
“Sihirmu takkan berlaku karena istana itu dilindungi banyak sekali penyihir terlatih,” Sheraga memotong ucapan Feorynch. “Kita semua bisa mati bahkan baru mengambil selangkah jalan saja!”
Dionde berjalan ke dekat Sheraga. “Rasanya aku tahu siapa yang dapat menemukan pemecahan untuk masalah ini,” kata Dionde tiba-tiba. “Barangkali kita bisa meminta bantuan pada guru sihir penyembuhku, Lady Clythia. Dia adalah salah satu pejabat penting di kerajaan.”
Sheraga tertawa terbahak-bahak. Suaranya yang sengau betul-betul menyakitkan telinga. “Kamu pikir dia bersedia menolong kita? Sudi membantu pemuda miskin dan yatim-piatu sejenis kita untuk melakukan tindak kriminal?” Dia mengusap matanya yang berair.
“Ada salahnya memastikan,” Dionde mendesak, dan jelas agak tersinggung. “Tidak ada yang mustahil.”
Sheraga mengerling wanita itu. “Kamu yakin mau melakukannya?”
Dionde mengangguk. “Elisca sudah kuanggap selayaknya adikku, Sheraga. Tentu akan kulakukan apa saja demi untuk melindunginya. Soal guruku, dia pasti bersedia. Walau sudah lama tak bertemu, aku pernah menjadi murid kesayangannya. Kuusahakan agar niat kita samar.”
“Oke, aku ikut dalam perjalanan ini,” Sheraga melipat tangannya. “Aku terlalu khawatir atas keselamatan kalian.”
“Terima kasih,” sambar Eric agak ragu. “Namun bila kamu berubah pikiran, kamu boleh mundur.”
“Tidak, ini janjiku. Aku takkan pernah mengingkarinya. Nanti biarlah Dionde dan aku yang meminta bantuan pada Lady Clythia. Kalian persiapkan saja segala keperluan untuk perjalanan. Kita membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit, juga senjata.” Kemudian Sheraga mengakhiri obrolan, “Aku baru mundur, apabila kalian telah memutuskan hal itu. Yang terpenting aku telah memberitahu segala konsekuensi, pilihan ada di tangan kalian.”
Eric, Feorynch dan Dionde mengangguk setuju.