Blessings Everytime by Yulia Murdianti - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

KASIH

1 Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat,

tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan

canang yang gemerincing. 2 Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku

mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki

iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih,

aku sama sekali tidak berguna. 3 Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang

ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai

kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku. (1 Kor 13:1-3)

Kata ‘kasih’ begitu seringnya kita lihat dalam Alkitab. Ada sekitar 530 kali kata ‘kasih’

disebutkan dalam Alkitab. Memang ‘kasih’ adalah inti dari ajaran Yesus Kristus. Bahkan

ketika ditanya mengenai hukum yang terutama, Yesus pun menjawab hukum kasih:

37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan

segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38 Itulah hukum yang terutama dan

yang pertama. 39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu

manusia seperti dirimu sendiri. 40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum

Taurat dan kitab para nabi." (Mat 22:37-40)

Sungguh jelas bahwa kasih adalah dasar dari ajaran kristiani. Namun, seperti apakah kasih

yang dimaksudkan dalam ajaran Kristen?

Sebuah pertanyaan yang sering menggelitik muncul ketika saya membaca ayat dalam surat

Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus berikut:

4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak

sombong. 5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.

Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. 6 Ia tidak bersukacita karena

ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. 7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala

sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. (1 Kor 13:4-7)

Ketika membaca ayat 4 dan 5, saya membayangkan kasih yang lemah lembut, seperti kasih

seorang ibu kepada anaknya. Sekalipun anak itu melakukan kesalahan, sang ibu tetap

menyayanginya dan mengasihinya, mengingatkannya dengan lembut. Namun, apakah kasih

yang sejati itu selalu lemah lembut?

Pertanyaan saya ini seakan mendapatkan jawabannya sendiri pada ayat 6: ‘Ia tidak

bersukacita karena ketidakadilan, tetapi kebenaran.’ Ketika membaca ayat ini saya

disadarkan bahwa kasih yang sejati itu selalu membawa orang menuju kebenaran.

6 | P a g e

Saya beberapa kali mengalami dimana teman-teman baik saya bercerita tentang masalah

yang sedang dihadapinya. Ketika mendengarkan cerita mereka, kadang saya menemukan

bahwa mereka telah salah mengartikan kasih. Ada orang yang menganggap ketika kita

mengasihi seseorang berarti kita akan selalu mendukung APAPUN yang dilakukan orang itu.

Tentu saja ini salah besar! Apakah ketika kita tahu bahwa apa yang dilakukan oleh teman

kita itu salah kita tetap mendukungnya? Kasih itu bersukacita karena kebenaran. Sudah jelas

bahwa Paulus mencoba mengingatkan kita bahwa rupanya kasih memiliki berbagai macam

bentuk. Tentu saja ada kasih yang lemah lembut, kasih yang mendukung seseorang dan

mengingatkan dengan lembut. Namun, kasih tidak selalu berupa sikap lemah lembut dan

kata-kata yang manis.

Pernahkah kita dimarahi oleh orang tua kita karena kita melakukan sesuatu yang dilarang?

Ketika kita dimarahi kita spontan merasa sedih, kita merasa tidak disayangi. Namun,

pernahkah kita mencoba untuk melihat dari sudut pandang orang tua kita? Kadang kala kita

harus mengakui bahwa apa yang kita lakukan itu bisa saja berakibat buruk bagi diri kita.

misalkan seorang anak yang dilarang oleh ibunya untuk mengeluarkan tangan dari kaca

mobil. Ketika si anak mengeluarkan tangannya, sang ibu segera memarahinya. Apakah ini

berarti ibu itu tidak mengasihi anaknya? Tidak! Justru sang ibu SANGAT mengasihi anaknya.

Karena itulah ia tidak ingin anaknya terluka. Ia tahu adalah sangat berbahaya ketika si anak

mengeluarkan tangannya dari jendela. Bisa saja ada kendaraan lain dari belakang yang

menabrak dan bisa menyebabkan tangan si anak terluka. Fakta ini baru kita sadari umumnya

setelah kita cukup dewasa. Ketika masih menjadi anak, kita sering merasa kesal mengapa

tidak boleh berbuat ini, tidak boleh begitu. Kita masih belum tahu dan belum bisa

memahami sendiri akibat dari perbuatan-perbuatan kita yang jika dibiarkan bisa berakibat

buruk bagi diri kita sendiri.

Setelah kita cukup dewasa, kita pun menyadari bahwa teguran dan peringatan dari orang

tua kita adalah demi kebaikan kita. maka ketika kita memiliki anak pun, kadang kala kita juga

memperingatkan dan menegur mereka, bahkan kadang dengan nada keras. Tentu saja hal

ini bukan karena kita tidak mengasihi mereka, bukan karena kita ingin membalas apa yang

pernah kita alami dari orang tua kita. namun, hal ini semata-mata karena kita pun

MENGASIHI anak-anak kita.

Seperti halnya orang tua kita di dunia, Bapa kita yang di surga pun sering kali menegur kita

supaya kita tidak terjerumus dalam dosa yang pada akhirnya akan membawa kita pada

maut.

14 Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan

dipikat olehnya.

15 Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu

sudah matang, ia melahirkan maut. (Yak 1:14-15)

7 | P a g e

Seringkali kita merasa bahwa apa yang kita lakukan, apa yang menjadi pilihan kita itu adalah

sesuatu yang baik. Namun ternyata tidak semua hal yang menurut kita baik itu berasal dari

Allah!

Pada saat seperti itu Tuhan mungkin akan menegur kita, melalui orang-orang di sekitar kita:

orang tua, saudara, atau sahabat kita. pertanyaannya, maukah kita mendengarkan teguran

Tuhan melalui orang-orang di sekitar kita itu? Ataukah kita terlalu sombong dan

menganggap bahwa pilihan kita dan apa yang kita lakukan adalah yang terbaik bagi hidup

kita?

Yang sering terjadi adalah kita menganggap orang yang menegur kita itu tidak mengasihi

kita, tidak ingin kita bahagia, dan sebagainya. Padahal, seperti halnya orang tua kita yang

senantiasa menasihati dan menegur kita demi kebaikan kita sendiri, seperti itu pula Tuhan

ingin menegur kita melalui orang-orang di sekitar kita, demi kebaikan kita.

Ada pula orang yang menyalahartikan kasih itu seperti seseorang yang selalu mematuhi

semua keinginan orang yang dikasihinya. Ketika kita kecil dan kita sering merajuk meminta

sesuatu, kadang orang tua kita tidak langsung memberikan apa yang kita minta, bahkan

kadang menolak permintaan kita. ada kerabat saya yang melarang anaknya memakan mie

instan meskipun sang anak meminta dengan sangat. Tentu saja hal ini dilakukan orang

tuanya bukan karena orang tuanya tidak mengasihi anaknya, justru karena orang tua ini

peduli dan ingin sang anak mendapat asupan gizi yang jauh lebih baik, melindunginya dari

bahan-bahan pengawet dan perasa yang ada dalam mie instan, yang mungkin bisa

merugikan kesehatan si anak, maka orang tuanya melarang anak ini memakan mie instan.

Namun, apa yang ada dalam pikiran sang anak? Mungkin ia akan berpikir bahwa orang

tuanya terlalu kolot, terlalu cemas, dan bahkan tidak menyayanginya. Sekali lagi, kesadaran

akan alasan-alasan baik di balik setiap larangan dan teguran itu seringkali datang terlambat.

Kita sepatutnya yakin dan percaya bahwa Tuhan tahu yang terbaik bagi kita. karena itulah

melaui firmanNya kita diajak untuk lebih dekat denganNya dan lebih memahami

rencanaNya. Saya percaya, setiap firman Tuhan dikatakanNya untuk alasan yang baik:

supaya kita tidak jatuh ke dalam dosa dan tidak jatuh dalam maut! Karena itu kita harus

terlebih dahulu mengikuti firmanNya, sebelum kita memutuskan untuk mendukung atau

memenuhi permintaan seseorang atau tidak. Ada saat-saat dimana kita mungkin akan harus

menahan derita karena harus melihat orang yang kita kasihi itu sedih karena keinginannya

tidak bisa kita penuhi. Namun, ingatlah bahwa kesedihannya saat ini akan terbayarkan

dengan kebahagiaan yang akan diterimanya ketika Tuhan bertindak atasnya.

Ada sebuah keluarga yang harus menahan diri untuk melihat salah seorang anggota

keluarganya menderita karena ketagihan narkoba. Karena sudah terlanjur terjerumus dalam

pemakaian narkoba, si anak anggota keluarga ini menjadi ketagihan. Ia memohon agar ia

bisa menikmati narkoba untuk menghilangkan penderitaannya dan rasa ketagihan yang

dialaminya. Nah, pada saat seperti itu, melihat sang anak begitu menderita, apakah orang

8 | P a g e

tuanya akan menuruti permintaan anaknya—yang bahkan mungkin memohon-mohon

sambil menangis dan tampak amat kesakitan—lalu memberikan narkoba kepada anaknya?

Apakah itu wujud kasih sejati orang tua kepada anaknya?

Tentu saja orang tua memahami bahwa memberikan narkoba bukanlah jalan keluar untuk

melepaskan anaknya dari penderitaaan. Sang anak harus belajar untuk LEPAS DARI

KETERGANTUNGAN narkoba. Untuk itu memang dibutuhkan usaha yang keras dan kedua

orang tuanya mungkin berkali-kali harus miris melihat perjuangan anak mereka itu. Akan

tetapi, semua itu akan terbayar ketika sang anak keluar dari tempat rehabilitasi dengan

kondisi sehat dan telah lepas, bebas dari ketergantungannya terhadap narkoba. Sahabat-

sahabat terkasih, itulah kasih sejati! Itulah kasih yang bersukacita karena kebenaran. Kasih

yang mampu melihat apa yang terbaik untuk orang yang dikasihi, bukan kebaikan jangka

pendek, melainkan kebaikan untuk selamanya.

Ef 3:18 Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat

memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,

Ef 3:19 dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku

berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.

Dalam ayat di atas Santo Paulus kembali mengingatkan kita bahwa kasih itu melampaui

segala pengetahuan. Kadang kita tidak bisa memahami bentuk kasih dari Tuhan, karena

terkadang dalam pencobaan yang datang, Tuhan pun menunjukkan kasihNya. Sungguh,

diperlukan hikmat untuk bisa melihat dengan lebih jelas kasih Tuhan, terlebih di tengah

pencobaan. Kasih Tuhan kadang tidak terselami oleh akal budi kita. bahkan ketika berada

dalam situasi sulit, kita pun mungkin akan sering bertanya, apakah Tuhan sungguh ingin

menunjukkan kasihNya dengan cara ini?

Bayangkan begitu menderitanya orang tua yang harus melihat buah hatinya menderita,

tidak terpenuhi keinginannya, atau bahkan menuduh orang tuanya tidak mengasihinya.

Namun, semua itu ditanggung di dalam hati orang tua, karena mereka tahu bahwa apa yang

mereka lakukan adalah demi kebaikan sang anak. Ketika mencoba menahan diri untuk tidak

selalu memberikan apa yang diminta oleh sang anak, tentu mungkin orang tua akan

bertanya dan mulai ragu, apakah sungguh seperti ini kasih yang diharapkan Tuhan untuk

dilakukan? Pada saat timbul kebimbangan akan hal itu, apakah sungguh perbuatan kita itu

mencerminkan kasih Tuhan dan apakah Tuhan berkenan akan perbuatan ‘kasih’ kita,

marilah kembali kepada firman-firman Tuhan. ketika kita yakin bahwa teguran kita dan

peringatan kita untuk mencegah seseorang berbuat dosa, melanggar perintah Allah, tidak

menaati firman Tuhan, maka bolehlah kita percaya bahwa teguran itu benar. Sudah

selayaknya kita menegur ketika saudara kita menjauh dari Tuhan. kita memiliki kewajiban

untuk membawanya kembali kepada Tuhan, seperti Tuhan yang tidak pernah meninggalkan

kita domba-dombanya, bahkan mencari yang seekor ketika dombanya itu hilang.

9 | P a g e

Dalam keraguan itu, kita juga bisa memeriksa kembali motivasi kita dalam memberikan atau

menunjukkan kasih itu. Jika kasih itu kita tunjukkan dan kita berikan demi kebaikan sesama,

sesuai dengan kehendakNya, dan sungguh akan berakibat baik bagi orang yang kita kasihi,

tidak hanya untuk sesaat tetapi juga untuk selamanya, serta mampu membawa orang yang

kita kasihi itu semakin dekat dengan Tuhan, maka bolehlah kita percaya bahwa kasih itu

berkenan di hadapan Tuhan. namun, lepas dari semuanya itu, karena kasih Tuhan tidak

terselami, maka satu-satunya cara untuk membimbing kita dalam kebimbangan adalah

berserah kepadaNya dan memohon hikmatNya agar Ia menunjukkan jalanNya bagi kita.

biarlah Tuhan sendiri yang menuntun kita untuk mewujudkan kasihNya melalui diri kita.

Maka marilah membuka diri kita untuk lebih memahami kasih Tuhan yang terwujud dalam

diri orang-orang di sekitar kita. sebaliknya, marilah membuka diri pula untuk berani

mewujudkan kasih Tuhan dan mewartakannya kepada orang-orang yang membutuhkannya.

Orang-orang yang kesepian, orang-orang yang tersesat, orang-orang yang kehilangan arah

dan kehilangan imannya akan Tuhan...beranikah kita untuk menyentuh hati mereka dengan

kasih yang sejati? Marilah berusaha melakukan yang terbaik, dan biarlah Tuhan

menyempurnakannya.

Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab

ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.

(1Yoh 4:18 )

10 | P a g e