Dongeng Sebelum Tidur by tammi prastowo - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

 

Anakku, cermin jiwaku

Dzaky sayang,

Saat ini kamu mungkin belum bisa memahami tulisan ayah ini. Tulisan tentang besarnya terima kasih ayah kepadamu. Mengapa demikian? Karena Dzaky telah menjadi cermin bagi jiwa ayah. Sikap dan tindak tandukmu menjadi bahan renungan ayah. Baiklah, coba kamu simak apa yang ayah tulis supaya paham maksud ayah.

“Apa sih, yah?”

Itu pertanyaan yang sering Dzaky lontarkan pada ayah setiap menemukan hal baru. Baru kau dengar, baru kau lihat, ataupun baru ingin kau ketahui lebih jauh. Ayah mencoba memberi jawaban yang me-muaskan rasa ingin tahumu.

“Oh, itu anu.” Jawaban singkat ayah langsung kau sambar, “Anu itu apa, yah?” Karena ingin menjadi ayah yang baik, ayah mencoba menjabarkan pengertian anu. “Anu itu bla bla bla.” Ayah pilih kata-kata yang mudah kau pahami. Hati-hati ayah pilih kata-kata itu supaya kamu tidak memiliki pengertian yang keliru tentang hal tersebut.

Sayangnya, sering ayah kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaanmu selanjutnya. Hingga yang muncul sekedar jawaban, “Anu itu anu.” Apabila kamu mengejar ayah dengan pertanyaan serupa, tidak jarang justru amarah yang muncul. “Sudah, jangan banyak tanya. Nanti kalau besar Dzaky tahu sendiri.” Huhh, apologi yang konyol.

Dzaky yang gemar belajar,

Sebenarnya dari pertanyaan sederhana itu, ayah belajar beberapa hal penting dalam hidup. Pertama, ayah harus memahami sesuatu dengan benar dan jelas. Pemahaman semacam ini ternyata penting karena menjadi penuntun dalam bertindak secara tepat. Bertindak  tepat tentu harus sesuai dengan konteks situasi dan waktu.

Nah, pemikiran ini mendorong ayah dan ibu mengajarmu berpikir logis. Kamu ayah biasakan memiliki alasan jelas bagi setiap tindakan yang diambil.

Misalnya, ayah memintamu tidak bermain di halaman sore itu. Permintaan tadi tentu ada alasannya. Coba tengok. Rumput di halaman masih basah sehabis disiram. Padahal kamu sudah selesai mandi dan berganti baju bersih. Kalau Dzaky bermain di halaman, tentu bajumu kembali kotor. Bisa-bisa Dzaky harus mandi lagi. Itulah alasan yang ayah kemukakan.

Ingat, sayang, selalu ada alasan demi kebaikanmu di balik anjuran yang ayah berikan. Itu karena besarnya kasih sayang kami kepadamu. Anjuran ayah juga demi kebaikan Dzaky. Alhamdulillah, pola pikir ini telah terekam di benakmu. Buktinya, kamu selalu bertanya, “Kenapa, yah?” untuk setiap anjuran yang ayah sampaikan. Dan kamu bisa menerima keterangannya dengan baik.  

Dalam berpikir logis, ayah berusaha untuk tidak menipumu. Ayah tidak mau Dzaky mematuhi anjuran ayah karena takut pada hal-hal yang tidak logis. Misalnya, ayah menganjurkanmu untuk tidak berlarian di jalan depan rumah kita. Alasan yang ayah kemukakan bukan karena di jalan ada hantu. Itu bukanlah alasan yang benar. Tidak ada hantu di jalan depan rumah kita. Yang ada di sana ialah orang yang lalu lalang menggunakan sepeda dan motor. Berlari-larian di jalan bisa mencelakakan dirimu, nak. Nah, Ayah menghindari alasan yang berisi kebohongan semacam itu. Tujuannya agar Dzaky belajar bersikap jujur.

Anakku yang pintar,

Di usiamu sekarang, ayah sering kagum dengan sikapmu. Apalagi ketika ayah membandingkan sikapmu dengan sikap ayah pada rentang usia yang sama. Kamu lebih kritis dalam menilai suatu hal.

Ingatkah kamu ketika mengajak temanmu mengaji? Mereka tidak mau mengaji karena ingin terus bermain. Kamu bilang, “Eh, itu enggak solih. Kalau tidak mengaji, Allah tidak sayang, lho.” 

Subhanallah, Dzaky sudah bisa memahami arti penting mengaji daripada bermain. Kalau ayah bandingkan dengan sikap ayah dulu, ayah jadi malu. Dulu, seusia kamu, ayah tidak termotivasi mengaji. Yang penting bermain, bermain, dan bermain. Jika simbah menyuruh mengaji, ayah malah pergi menghindar. Sungguh bukan contoh yang patut ditiru, nak.

Ayah juga ingat hari Senin lalu kamu enggan bobo siang. Katamu,”Biar tidak ketinggalan mengaji, bu.” Ya, pekan lalu Dzaky memang tidak mengaji gara-gara bobo siang kelamaan. Kamu jadi sedih. Belajar dari pengalaman, kamu memilih tidak bobo siang supaya bisa mengaji. Hemm, luar biasa anak ayah nih.

Semangat mengaji yang kamu tunjukkan menohok jiwa ayah. Selama ini ayah tidak aktif mengaji. Padahal ajakan mengaji sering disampaikan oleh beberapa kenalan ayah. Kenapa ayah tidak mengaji? Alasannya terlalu naif: karena tidak ada teman yang aktif di pengajian itu. Ah, ayah jadi malu.

Ayah harus berubah sikap supaya Dzaky juga terus bersemangat mengaji. Insya Allah ayah akan rutin mengaji agar tidak menyesal. Ayah tidak ingin menjadi contoh orang tua yang tidak konsisten dalam mendidik anak. Apalagi Allah menyuruh setiap hambanya untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Naudzubillahi min dzalik.

Dzaky yang solih,

Ayah perhatikan Dzaky senang bermain dino. Itu mainan plastik berbentuk aneka jenis dinosaurus. Pagi ataupun petang Dzaky mengajak ayah bermain dino. Maaf jika ayah tidak selalu antusias dengan permainan tadi. Ayah sering merasa capek setelah bekerja seharian. Mengoreksi naskah dan  mencari literatur untuk membuat buku itulah yang ayah kerjakan seharian. Sering mata ayah terasa pegal setelah seharian bekerja dengan komputer. Nah, kalau sudah demikian Dzaky bisa marah.

Maafkan ayah jika sering membuat Dzaky kesal. Maafkan ayah yang karena capek, tidak bisa selalu bermain denganmu. Tapi Dzaky perlu tahu, ayah sangat senang dengan semangatmu yang tidak pernah padam. Ayah berharap besar agar kamu bisa menyerap aneka pengetahuan yang akan menerangi jalanmu. Dan di tengah keheningan malam, ayah selalu memohon kepada Allah swt agar diberi kekuatan untuk bisa menjaga semangat belajarmu, meng-gandeng tanganmu menyusuri jalan yang benar. Tetaplah semangat, nak. Niscaya dunia  ada dalam genggamanmu.