Saatnya Berbisnis Dengan Allah
1 Ramadhan 1432 H bertepatan dengan 1 Agustus 2011. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Syukur yang begitu besar kepada Allah swt. yang telah memberikan kesempatan untuk bersua kembali dengan bulan Ramadhan. Bulan yang istimewa karena Allah swt. akan melipatganda-kan setiap amal kebajikan yang kita lakukan. Jangankan amalan wajib seperti sholat lima waktu, ibadah sunnah pun bernilai begitu besar.
Memang tidak mudah mengkalkulasi besarnya nilai amalan sunnah dan wajib di bulan Ramadhan. Semua penilaian itu terserah kepada Allah swt. Artinya, nilai setiap kebajikan yang kita lakukan hanya Allah yang berwenang menentukan. Bisa jadi dua orang melakukan amalan yang sama. Namun nilai amalan tersebut berbeda. Misalnya, Arman dan Banu masing-masing memberikan shadaqoh 5000 rupiah yang dimasukkan ke kotak amal masjid. Mereka sama-sama berniat ikhlas. Namun ada situasi yang berbeda diantara keduanya. Saat itu Arman memiliki uang di saku 100.000 rupiah. Sementara Banu hanya ada uang 10.000 rupiah.
Dengan kondisi semacam ini, di hadapan Allah swt. sangat mungkin nilai shodaqoh Banu lebih tinggi daripada nilai shodaqoh Arman. Banu bershadaqah dengan 50% uangnya, sementara shadaqah Arman hanya 2% dari uang di sakunya.
Begitulah analogi sederhana untuk menunjukkan hak prerogatif yang Allah swt. miliki. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa nilai suatu ibadah dipengaruhi pula oleh situasi dan kondisi kita saat melakukannya. Ini suatu pilihan yang mesti disikapi dengan cerdas.
Apabila kita memilih untuk melakukan amalan yang ringan, maka nilainya pun kecil di hadapan Allah swt. Otomatis ganjaran yang kita terima juga kecil. Demikian pula sebaliknya. Jika kita memilih melakukan amalan yang berbobot, maka Allah swt. akan menilainya sebagai sesuatu yang berharga. Praktis ganjaran yang diterima pun lebih berharga. Bahkan, selama bulan Ramadhan nilai kebaikan yang kita lakukan akan dilipatgandakan sesuai kehendak Allah swt.
Berangkat dari kesadaran tersebut, sebenarnya kita sudah tahu bahwa Ramadhan itu bulan perjuangan. Inilah saatnya kita berjuang melakukan kebajikan di setiap hembusan nafas kita. Inilah masa kita berjuang mengoptimalkan waktu dan tenaga yang kita miliki untuk melatih diri menjadi pribadi muttaqin. Jika kita berhasil mengoptimalkan kesempatan bersua Ramadhan ini dengan melakukan banyak kebajikan, insya Allah kita termasuk orang yang diberi umur panjang. Siapa orang yang berumur panjang itu?
Orang dikatakan berumur panjang jika dia konsisten melakukan kebajikan dalam masa hidupnya yang terbatas.
Percayalah, Ramadhan merupakan masa paling tepat untuk berbisnis dengan Allah swt. Kita manfaatkan waktu dan tenaga yang diberikan Allah swt. untuk beramal sholih. Tentu saja dengan niat untuk meraih ridho Allah swt. Niscaya Allah swt. akan menerima ikhtiar kita dan menukarnya dengan ganjaran besar. Mengapa kita perlu ganjaran tersebut? Karena kita harus mengumpulkan bekal sebanyak mungkin untuk kehidupan akhirat nanti. Barangsiapa memiliki bekal yang cukup, dia akan hidup di akhirat dengan sejahtera. Sekarang, bagaimana dengan Anda?
Agar Tidak Menjadi Zombie
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Di bulan Ramadhan, hadits tersebut tentu sering Anda dengar. Melalui televisi, surat kabar, spanduk, atau mimbar agama, kita diingatkan tentang keutamaan puasa di bulan suci ini. Seperti yang ditegaskan dalam hadits di atas.
Dalam pemahaman saya, terdapat makna yang begitu besar di balik sabda Rasulullah saw itu. Rupanya puasa dimaksudkan untuk melembutkan hati kita. Segumpal darah dalam jiwa manusia itu memiliki peranan penting dalam kehidupan. Nabi Muhammad menegaskan bahwa hatilah yang menentukan baik-buruk perilaku manusia.
Jika hati kita baik, maka baik pula seluruh tindak tanduk, tutur kata, dan sikap kita. Sebaliknya, jika hati ini buruk, maka setiap ucapan dan perbuatan kita hanya membawa kerugian bagi diri dan orang lain.
Nah, berpuasa di bulan Ramadhan akan menyeting ulang program hati kita. Selama ini, banyak hati manusia yang sudah beku, bahkan mati. Kondisi tersebut akibat kebiasaan manusia memperturutkan hawa nafsu. Pelan-pelan kita mengabaikan suara hati saat berlomba memperebutkan nikmat duniawi.
Demi kekuasaan, kita tega membungkam hati yang setia mengingatkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Agar dapat mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, kita rela mengubur hati dengan membenarkan sikap egois yang kita lakukan. Karena hati sering dilecehkan, hati mengeras dan tidak bisa menerima kebenaran yang datang dari ALLAH swt.
Jika kondisi tersebut tidak dihiraukan, akhirnya hati menjadi mati. Manusia lalu bertindak tanpa pertimbangan kata hati.
Lantas, apa makna kenikmatan orang berpuasa yang dimaksud oleh hadits di atas? Ternyata terdapat nikmat yang besar di balik kemampuan mengendalikan diri. Menahan makan, minum, dan pelampiasan nafsu lainnya akan membawa kita pada kenikmatan. Ya, puasa memang tidak mematikan keberadaan nafsu dalam diri kita. Nafsu-nafsu itu memang tidak bisa dibunuh karena saya yakin ada manfaat di balik keberadaannya. Selama berpuasa, kita dituntut untuk berlatih mengendalikannya. Jika terkendali, kita akan dapat merasakan manfaat setiap nafsu yang Allah karuniakan. Hal tersebut telah kita rasakan setiap berbuka puasa.
Berpuasa sehari tentu mengajarkan kita tentang rasa haus dan lapar. Dua rasa itu menjadi sahabat setia para dhuafa. Dengan berpuasa, kita dapat merasakan apa yang mereka rasakan. Dari sini akan muncul sikap empati terhadap kondisi mereka. Sikap mental positif ini akan diikuti sikap mental positif lain.
Kita menjadi lebih ramah terhadap orang lain. Penghormatan yang tulus kita berikan kepada orang-orang di sekitar kita. Kasih sayang kita tebarkan pada mereka yang lebih papa. Hati pun akan mendorong kita untuk berbagi bahagia walau hanya melalui seutas senyuman.
Ketika perilaku kita penuh dengan kebajikan, saat itulah kita tengah memandang wajah Tuhan. Allah swt adalah dzat yang menguasai keagungan cinta. Lantaran kasih sayang yang disebarkan manusia, kita dapat merasakan betapa agung cinta yang Allah anugerahkan.
Kita dapat melihat wajah Tuhan di balik senyuman hangat, sapaan tulus, dan solidaritas yang ditunjukkan oleh orang-orang yang berpuasa. Tidak heran jika Allah mengambil analogi bahwa bau mulut orang yang berpuasa jauh lebih harum daripada bau minyak kasturi.
Wisata ruhani yang tengah kita jalani sekarang sungguh sangat menentramkan jiwa. Karena besarnya rahasia yang ada di balik puasa, Allah swt sendiri yang akan menilai upaya setiap muslim dalam menjalankan perintahNya tadi.