Dongeng Sebelum Tidur by tammi prastowo - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

 

Keep Smile, My Friend

‘jdi iri liat status temenku pada mudik ke kota berirama pwrjo...smentara kami malah lebaran yg sgt memprihatinkan di perantauan... tp life must go on,forever happen..smga cma kali ni episode lebaran yg buram...episode hdp yg harus aq lalui...’

 

Begitulah status yang ditulis oleh sahabat saya pagi tadi. Dia sudah saya kenal sejak kecil. Maklum kami bertetangga. Sekolah pun bareng dari TK, SD, SMP, sampai SMA. Berkat facebook, kami terhubung kembali setelah lama tidak berjumpa. Sekarang dia tinggal di Pekanbaru, Riau.

Miris hati saya membaca kabar tersebut. Tampaknya sahabat saya lagi mengabarkan rangkaian kisah hidupnya. Saya sebut rangkaian karena ada benang merah yang menghubungkan setiap status facebook-nya. Pekan lalu dia menulis tentang kegundahannya sebagai wong cilik saat berhadapan dengan pemegang kekuasaan. Sepertinya lagi ada masalah di lingkungan tempat kerjanya.

Beberapa hari kemudian dia menulis tentang tunjangan hari raya (THR) yang belum dibagikan. Katanya akan dibagikan setelah lebaran. Bahkan gaji bulan terakhir pun terlambat dibayarkan. “Kami mau makan apa?” gugatnya.

Statusnya yang kemarin berisi rencananya untuk resign dari tempat kerja yang dinilai sudah tidak kondusif. 

Di penghujung Ramadhan, sahabat saya justru merasa gundah. Harapannya untuk membahagiakan anak semata wayangnya di hari lebaran ini belum kesampaian. Barangkali sang anak memang tidak menuntut dibelikan baju baru atau rekreasi ke tempat pelesiran. Akan tetapi, sebagai orang tua, dia ingin memberi kebahagiaan bagi si buah hati seperti kebahagiaan yang dirasakan teman-teman sebayanya.

Perasaannya menjadi semakin gundah ketika menyimak status teman-teman yang berencana mudik ke kampung halaman. Sebagai perantau, dia sangat ingin menikmati indahnya suasana lebaran bersama sanak saudara.

Sayang, keinginan tersebut harus dipupus saat ini. Hilangnya kesempatan itu menambah beban hatinya.

Walau keadaan tengah memprihatin-kan, rupanya sahabat saya tetap memiliki optimisme. ‘smga cma kali ni episode lebaran yg buram...

Alhamdulillah, dia masih yakin pada janji yang Allah tegaskan. Sesungguhnya di balik kesukaran terdapat kemudahan. Beratnya ujian menandakan semakin dekatnya pertolongan dari Allah.

Bisa jadi tidak hanya sahabat saya yang tengah merasa resah menjelang idul fitri. Mungkin karena keadaan yang tidak sesuai harapan. Akibatnya, kita tidak bisa berkon-sentrasi untuk mengakhiri Ramadhan dengan indah. Indah yang saya maksud ialah kondisi kita berhasil mengoptimalkan diri untuk mendekat kepada Allah, sehingga kita termotivasi untuk me-ramadhan-kan hari-hari yang akan kita lalui.

Tetaplah sabar, sahabat. Senyumlah untuk kemenangan besar atas hawa nafsu yang telah engkau tundukkan.

Ya Allah, kabulkanlah harapan mereka. Tunjukkan jalan terang baginya untuk menga-tasi setiap masalah yang tengah dihadapi. Jangan biarkan keluarga mereka larut dalam nelangsa.

Singkirkan mendung tebal yang meng-gantung di langit batinnya agar mentari Idul Fitri mengantarkan kebahagiaan dalam bilik jiwanya. Amin.