Dongeng Sebelum Tidur by tammi prastowo - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.


H-1 Lebaran 1431 H

 

Persiapan mudik

Sebelum mudik, saya ingin kondisi rumah tertata baik. Dengan demikian, besok waktu tiba di Klaten, tidak terlalu repot bersih-bersih. Keinginan tersebut membutuhkan energi ekstra saya. Itulah kesimpulan yang saya peroleh dari pengalaman kemarin.

Bayangkan. Saya bangun jam 02.30 WIB. Karena melihat tumpukan pakaian yang belum rapi, saya segera menyiapkan setrika. Ternyata di belakang juga terdapat seember pakaian kotor. Langsung mesin cuci saya nyalakan. Alhamdulillah aliran listrik rumah stabil. Setrika dan mesin cuci dapat bekerja bersamaan.

Jam 06.00 proses bersih-bersih selesai. Baju setrikaan sudah tertata di lemari pakaian. Baju basah sudah terjemur di ruang samping. Gelas piring juga sudah rapi. Sekarang tinggal berangkat ke tempat Bang Pii di Mayungan. Saya perlu menitipkan hamster Dzaky yang berjumlah 7 ekor. Oya, mumpung ke arah utara, saya sekaligus mau mampir ke tempat Mas Ihang untuk mengambil 2 galon axogy. Setelah mandi, saya buru-buru berangkat ke sana.

Sayangnya, saya tidak berhasil mendapatkan 2 galon axogy karena rumah Mas Ihang masih terkunci. Para penghuni rumah belum bangun. Sebuah Toyota Rush warna biru parkir di halaman depan. Rupanya ada tamu keluarga.

Karena sudah pukul 06.30 lebih, saya segera pulang. Wah, ini molor dari rencana mudik. Semula saya berharap bisa jalan pulang jam 06.00 ke Purworejo. Diharapkan dua setengah jam lagi saya tiba di sana. Ternyata walaupun sudah bangun dari pukul 02.30, saya baru selesai mengurus rumah pada pukul 07.15.

Saat itulah saya berangkat pulang. Tentu saja setelah saya mematikan kulkas dan televisi, menyalakan lampu depan, serta mengunci pintu dan jendela. Makanan kering saya simpan di rak makan.

 

On the way mudik

Jalanan terasa ramai. Namun karena saya berjalan melawan arus, saya bisa memacu kendaraan hingga 80 km/jam. Sebaliknya, mereka yang datang dari arah Jakarta, harus berjalan beriringan dalam jarak yang rapat.

Untuk menghindari kemacetan, saya melintasi ring road selatan Yogya. Memang jaraknya lebih jauh dibandingkan lintasan yang membelah kota. Namun, ketika melewati ring road, saya berada di jalur khusus roda dua yang cukup lapang dan halus. Saya bisa menarik gas hingga 60 km/jam. Hasilnya, dua puluh menit kemudian, saya sudah sampai di Gamping, tapal batas barat kota Yogya.

Dari sini perjalanan saya lanjutkan dengan melalui medan yang lebih sempit dan bergelombang. Ya, jalanan akan naik turun berkelok-kelok sepanjang Bantul-Sleman-Kulon Progo.Akan tetapi perjalanan terasa nyaman karena kondisi jalan yang sudah baik.

Naik motor dengan menempuh jarak cukup jauh akan terasa mengasyikkan jika ada teman seiring. Maksudnya sesama pengendara motor yang akan menuju tempat yang sama dengan kita. Mengapa demikian?

Menurut pengalaman saya, mereka teman seperjalanan yang kompetitif. Biasanya mereka bisa diajak bermain kucing dan tikus. Ketika jadi tikus, mereka saya kejar. Beberapa saat kemudian, ganti saya yang mengambil posisi depan. Mereka saya tinggal di belakang.

Posisi menempel ketat seperti ini menuntut konsentrasi kita di jalan. Risikonya cukup besar. Apalagi jalanan ramai. Kita harus bisa menyelinap di sela-sela barisan kendaraan. Tahu-tahu tempat tujuan sudah dekat.

Namun saya hanya berani bermain kucing-tikus di sepanjang jalanan wilayah Yogya. Begitu masuk wilayah Purworejo, saya hentikan permainan ini. Penyebabnya karena jalanan Purworejo lebih sempit dan tidak halus. Memang lubang di jalan sudah ditambal. Tapi karena pengerjaannya tidak rapi, justru bisa mengundang celaka bagi pengendara motor. Apalagi medannya menembus punggung perbukitan. So, saya lebih memilih jalan kencang tapi tidak main kejar-kejaran.

Akhirnya, saya sampai di Lugosobo jam 09.30. Catatan waktu ini hanya lebih cepat 15 menit dibandingkan perkiraan saya.

 

Jelang hari raya, Saatnya belanja

Perjalanan Lugosobo-Kiyangkong saya tempuh lewat Pasar Seren. Wah, sekarang jalannya sudah mulus. Bahkan mendekati pabrik rokok Sampoerna, jalan diberi garis-garis pembatas.

Yang lebih menarik perhatian ialah barang-barang bawaan orang-orang yang pulang dari pasar. Ada yang berboncengan motor membawa baby walker. Ada juga yang membawa sepeda mini untuk anak seusia tk. Bahkan di jalan menuju Grabag, saya melihat dua orang dewasa berboncengan motor membawa sepeda jengki.

Saya tersenyum sendiri. Ternyata momen lebaran masih dianggap saat yang tepat untuk memberikan hadiah istimewa bagi anggota keluarga tercinta.