1 Dari Daud. Kepada-Mu, ya TUHAN, kuangkat jiwaku;
2 Allahku, kepada-Mu aku percaya; janganlah kiranya aku mendapat malu;
janganlah musuh-musuhku beria-ria atas aku.
3 Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu; yang
mendapat malu ialah mereka yang berbuat khianat dengan tidak ada
alasannya.
4 Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu
kepadaku.
5 Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab
Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan
sepanjang hari.
6 Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya TUHAN, sebab
semuanya itu sudah ada sejak purbakala.
7 Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah
Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena
kebaikan-Mu, ya TUHAN.
8 TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang
yang sesat.
9 Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia
mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati.
10 Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang
berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya.
11 Oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, ampunilah kesalahanku, sebab besar
kesalahan itu.
12 Siapakah orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN
menunjukkan jalan yang harus dipilihnya.
13 Orang itu sendiri akan menetap dalam kebahagiaan dan anak cucunya
akan mewarisi bumi.
14 TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-
Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.
15 Mataku tetap terarah kepada TUHAN, sebab Ia mengeluarkan kakiku dari
jaring.
16 Berpalinglah kepadaku dan kasihanilah aku, sebab aku sebatang kara dan
tertindas.
17 Lapangkanlah hatiku yang sesak dan keluarkanlah aku dari kesulitanku!
18 Tiliklah sengsaraku dan kesukaranku, dan ampunilah segala dosaku.
19 Lihatlah, betapa banyaknya musuhku, dan bagaimana mereka membenci
aku dengan sangat mendalam.
20 Jagalah kiranya jiwaku dan lepaskanlah aku; janganlah aku mendapat
malu, sebab aku berlindung pada-Mu.
21 Ketulusan dan kejujuran kiranya mengawal aku, sebab aku menanti-
nantikan Engkau.
22 Ya Allah, bebaskanlah orang Israel dari segala kesesakannya!
26 | P a g e
(Mzm 25)
Pagi ini saya membaca sebuah petikan renungan harian. Petikan tersebut diambil dari
Mazmur 25 seperti yang saya tampilkan di bagian awal tulisan ini. Di tengah kecemasan dan
kegalauan hati saya yang tengah merasa bahwa ada sesuatu yang salah dalam hubungan
saya dengan Tuhan. saya merasa saya tidak bisa membiarkanNya bekerja penuh dalam
hidup saya. Saya mencoba bercerita kepada beberapa sahabat saya, dan mereka berkata
bahwa apa yang saya alami ini adalah sesuatu yang manusiawi. Masalahnya, saya benar-
benar tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk memperbaiki hubungan saya
denganNya. Saya merasa doa-doa saya hanya begitu-begitu saja. Saya tidak merasakan
‘greget’ dari setiap doa permohonan dan ucapan syukur yang saya panjatkan setiap hari.
Bahkan, akhir-akhir ini saya pun merasa hambar saat menyambut Ekaristi.
Mungkin tidak hanya saya, bahkan mungkin hal seperti ini pun dialami oleh banyak orang.
Saat kita merasa kehidupan iman kita hambar, tidak ada sesuatu yang menjadi ‘greget’
dalam hidup kita, mungkin saat seperti inilah saat dimana Tuhan mau menguji diri kita.
Nah, petikan ayat yang saya baca pagi ini dari Mazmur rupanya sedikit banyak membuka
pikiran saya. Saya baru merasakan dan menyadari lebih dalam bahwa Mazmur, yang adalah
ungkapan-ungkapan doa Daud, adalah contoh doa yang jujur, doa yang sungguh-sungguh
diungkapkan dengan hati. Melalui setiap ayat Mazmur kita dapat melihat betapa Daud
sungguh-sungguh jujur akan apa yang ada dalam hatinya. Ia sangat terbuka kepada Tuhan
untuk menyatakan keinginannya, juga menyatakan rasa syukur dan kekagumannya akan
karya-karya Tuhan.
Kita tahu bahwa Daud adalah salah satu tokoh penting dalam karya keselamatan Allah,
dimana Allah sendiri menjanjikan bahwa Mesias akan datang ke dunia, dan berasal dari
keturunan Daud. Sungguh besar dan banyak karunia yang diberikan Tuhan kepada Daud.
Bahkan kegirangan Daud akan kasih Allah pun digambarkan begitu luar biasa, sampai ia mau
menari-nari mengungkapkan kegembiraannya dan memuji kebaikan Allah.
Dari kutipan Mazmur di atas, dan juga dari Mazmur Daud yang lain, saya belajar bahwa
untuk membangun kedekatan dengan Tuhan, salah satu caranya adalah dengan bersikap
terbuka, jujur di hadapanNya. Toh sekalipun kita menyembunyikan sesuatu, itu
sesungguhnya tidak ada artinya, karena Tuhan mengetahui segala sesuatu. Ia tahu apa yang
kita pikirkan, apa yang kita rasakan, keinginan-keinginan terpendam kita, bahkan Ia
mengenal kita sebelum kita lahir ke dunia. Maka tidak ada artinya menyembunyikan apapun
dariNya, karena toh sesungguhnya Ia telah mengetahui segala sesuatu tentang diri kita,
termasuk semua yang tidak terungkapkan dalam hati kita.
Namun, untuk bisa bersikap jujur dan terbuka kepada Tuhan mungkin bukan perkara
mudah. Kita terbiasa hidup di dunia dimana sikap dan setiap perbuatan kita diamati, dinilai,
dan pada akhirnya akan menentukan bagaimana tanggapan orang lain kepada kita,
27 | P a g e
bagaimana orang lain memperlakukan kita. kita terbiasa diatur dengan berbagai norma dan
aturan yang mengikat, yang secara tidak sadar ikut membentuk pola pikir kita. kita terbiasa
untuk menutupi hal-hal buruk dan berusaha menampilkan yang baik saja agar orang lain
bisa menerima kita. kita takut jika keburukan kita akan ketahuan dan membuat kita dijauhi,
dilecehkan, atau tidak dihargai. Kebiasaan-kebiasaan inilah yang pada akhirnya membentuk
pribadi kita dan menjadi pola pikir kita yang senantiasa kita terapkan dalam kondisi apapun,
termasuk secara tidak sadar, kita terapkan dalam doa.
Pun kita telah mengetahui bahwa Allah itu Mahamengetahui, karena daripadaNyalah segala
pengetahuan itu berasal, tetap saja kita menerapkan pola pikir ‘menampilkan yang baik’ di
hadapan Sang Sumber segala Pengetahuan. Kita berdoa dengan kata-kata yang indah,
dengan bahasa yang tertata, yang menarik untuk didengar, tetapi seringkali kita justru
kehilangan makna terdalam dari doa itu sendiri. Ibarat seseorang yang ingin
mengungkapkan cintanya, ia mencari berbagai perumpamaan dan puisi untuk memperindah
ungkapan cintanya, namun, apalah artinya semua atribut itu tanpa ada inti yang terpenting
dari itu semua: ungkapan cinta itu sendiri. Sebanyak apapun perumpamaan yang diberikan,
seindah apapun bahasa yang diungkapkan, apalah artinya jika cinta itu sendiri tidak
terungkapkan dengan jelas. Pada akhirnya semua itu hanya menjadi ‘atribut’, pelengkap
yang membanjiri tanpa makna. Kurang lebih seperti itulah doa kita tanpa kejujuran dan
keterbukaan. Saya merasakan dan mengalami sendiri dimana doa yang saya panjatkan
setiap hari hanya itu-itu saja. Bahkan saya mulai secara tidak sadar menghafal dan
mengikuti ‘aturan dan urutan baku’ dalam doa yang saya buat sendiri. Ketika ada bagian
dalam doa saya itu yang terlupa, rasanya ada yang kurang. Aneh sekali ternyata saya lebih
peduli pada urutan dan kata-kata daripada esensi dari doa itu sendiri.
Dari Mazmur Daud saya belajar bahwa Tuhan tidak menghendaki bahasa yang indah, kata-
kata yang puitis, doa yang panjang dan bertele-tele. Tuhan mungkin hanya menantikan doa
yang jujur, doa yang sungguh berasal dari lubuk hati kita yang terdalam. Maka tidak salah
jika ada yang mengatakan, “Sekalipun kamu hanya menyebutkan nama ‘Yesus’ dengan
sepenuh hati, itu pun adalah doa”. Ketika seseorang berada dalam kesesakan, tidak tahu
apa yang harus diungkapkan, dan ia hanya berkata, “Yesus” tetapi dengan penuh iman dan
kesungguhan hati, sesungguhnya segala keinginan hatinya, segala permohonannya yang
tidak terungkapkan itu, telah terungkapkan dan didengar Tuhan. Tuhan tidak membutuhkan
doa yang bertele-tele, Ia tidak mendengar dengan telinga manusia, Ia tidak mendengarkan
kata-kata yang kita ucapkan, tetapi Ia mendengar apa yang hati kita katakan, apa yang hati
kita teriakkan. Sekalipun kita berdoa dengan suara keras, dengan menggebu-gebu dan
berapi-api, tetapi jika di dalam hati kita tidak juga berdoa dan meneriakkan doa kita dengan
sungguh-sungguh, mungkin semua ucapan yang keluar dari mulut kita itu tidak akan ada
artinya.
Memeriksa batin, mempersiapkan diri sebelum menghadapNya, dan mencoba dengan jujur
membuka diri kepadaNya, mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran kita, apa yang
28 | P a g e
menjadi keinginan kita, kerinduan kita, masalah dan penderitaan kita, kesesakan kita, rasa
syukur, kegembiraan, semua yang ingin kita ungkapkan kepadaNya, mungkin adalah sesuatu
yang harus kita usahakan untuk bisa senantiasa dekat denganNya. Akhirnya, marilah
bersama-sama mencoba untuk bersikap jujur di hadapan Tuhan. Kita harus selalu ingat,
bahwa sekalipun kita tidak berkata-kata, Tuhan telah mengetahui segalanya tentang kita.
AMDG!
29 | P a g e