Blessings Everytime by Yulia Murdianti - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

GODAAN IBLIS

Syalom! Pada kesempatan ini saya ingin membagikan sebuah cerita yang saya peroleh dari

salah seorang sahabat saya. Dia memperoleh cerita ini dari khotbah seorang pastor saat

perayaan Ekaristi hari Minggu di sebuah gereja Katolik di Brunei Darussalam ketika ia

ditugaskan untuk bekerja di sana.

Alkisah ada seseorang yang sudah masuk ke surga. Pada suatu akhir pekan, orang ini

bertanya kepada Santo Petrus, apakah boleh dia jalan-jalan ke neraka. Lalu Santo Petrus

pun mempersilakannya. Orang ini pun jalan-jalan ke neraka. Di sana ia disambut baik dan

dijamu dengan berbagai macam hidangan yang nikmat. Dia begitu senang dengan itu

semua. Akirnya ia kembali ke surga. Pada akhir pekan berikutnya, ia ingin kembali

berkunjung ke neraka. Sekali lagi ia meminta ijin kepada Santo Petrus dan Santo Petrus pun

mempersilakannya. Di neraka, ia kembali dijamu dan disambut dengan sangat baik. Ia

sangat senang. Setelah itu ia pun kembali ke surga. Pada akhir pekan berikutnya, sekali lagi

ia meminta ijin kepada Santo Petrus untuk berkunjung ke neraka. Santo Petrus pun

mempersilakannya lagi, tetapi kali ini sambil berpesan, “Hati-hati, ini ketiga kalinya kamu

pergi ke sana,” Orang ini pun nekad kembali berkunjung ke neraka. Anehnya, kali ini dia

tidak disambut dengan baik, ia tidak dijamu dengan hidangan-hidangan yang nikmat; ia

justru dicampakkan dan dibiarkan begitu saja! Orang ini menjadi sangat heran, lalu ia

bertanya kepada iblis, “Mengapa kalian tidak menyambutku lagi dengan baik seperti

kedatangan-kedatanganku sebelumnya?” Lalu iblis pun menjawab, “Itu karena

kedatanganmu sebelumnya adalah sebagai turis, tetapi sekarang kamu sudah jadi penghuni

neraka!”

Kisah ini singkat dan sederhana, tetapi maknanya sangat dalam. Saya pun bertanya kepada

teman saya itu, apa pesan dari kisah itu menurut pastor yang menceritakannya. Rupanya

pastor ini mengungkapkan tiga hal berkaitan dengan makna cerita tadi. Yang pertama,

segala sesuatu yang mudah itu berasal dari iblis. Seperti godaan iblis kepada Yesus di

padang gurun. Godaan pertama adalah iblis membujuk Yesus untuk mengubah batu

menjadi roti, karena Yesus telah berpuasa selama empat puluh hari. Ini adalah lambang dari

cara-cara instan atau jalan pintas untuk memperoleh sesuatu. Dalam kehidupan sehari-hari,

terkadang kita pun dihadapkan pada godaan untuk menggunakan ‘jalan pintas’ ini. Saat kita

masih duduk di bangku sekolah, godaan ini paling sering muncul ketika ujian. “Sudahlah,

nyontek saja, toh teman-temanmu juga banyak yang nyontek kok, nggak apa-apa!” Godaan

semacam itu mungkin sering datang dalam pikiran kita. Memang jika hanya menginginkan

nilai yang bagus dengan cara mudah, ada banyak caranya. Akan tetapi, kita perlu ingat

bahwa bukan hanya nilai berupa angka yang tertulis di atas kertas yang kita butuhkan. Lebih

dari itu, yang kita perlukan sesungguhnya adalah pelajaran yang kita peroleh di sekolah:

pengetahuan, ilmu-ilmu yang bisa menjadi dasar bagi pendidikan kita selanjutnya. Dengan

30 | P a g e

membiasakan diri untuk tidak menggunakan cara mudah dalam memperoleh sesuatu, kita

akan terbiasa berjuang, dan itu akan membuat kita jauh lebih kuat dan tahan dalam

menghadapi cobaan. Demikian pula dengan godaan untuk korupsi, yang mungkin sering

dihadapi para pekerja di perusahaan yang memungkinkan terjadinya praktik korupsi. Posisi-

posisi tertentu yang sangat memungkinkan untuk melakukan tindak korupsi pasti sedikit

banyak bisa menggoda iman kita, apalagi jika korupsi sudah menjadi kebiasaan di

lingkungan kerja kita. Yang lebih parah, ada yang menganggap bahwa justru aneh kalau

tidak korupsi sementara teman-teman kerja kita yang lain semuanya korupsi. Korupsi, juga

adalah salah satu cara instan untuk memperoleh uang. Siapakah manusia yang tidak

membutuhkan uang? Mungkin para biarawan dan biarawati bisa berkata bahwa mereka

bisa hidup tanpa uang. Namun, untuk orang awam yang telah memiliki keluarga, memiliki

banyak kebutuhan untuk dipenuhi..uang menjadi sesuatu yang sangat penting. Tentu saja

ada saat dimana godaan untuk memperoleh uang dengan cara instan seperti korupsi atau

berjudi, bisa jadi datang dalam hidup kita. Akan tetapi, kita perlu ingat bahwa semua itu

pada akhirnya tidak akan membawa akibat yang baik dalam hidup kita. Begitu banyak

dampak negatif dari korupsi dan saya rasa semua orang sudah mengetahuinya. Namun

anehnya, sekalipun tahu akan akibatnya, masih banyak saja orang yang melakukan korupsi.

Point yang kedua, segala sesuatu yang tampaknya keren, spektakuler, itu dari iblis. Bukan

berarti ketika kita menyaksikan mujizat penyembuhan yang luar biasa lalu kita menghakimi

dan mengatakan “Semua yang keren dan spektakuler itu berasal dari iblis!” Hahaha... tentu

saja kita tidak melihat dari ‘objek’ nya, tetapi dari motivasi di balik perbuatan itu. Misalnya

saja ada seorang yang memperoleh karunia menyembuhkan dari Tuhan. Dengan karunia itu,

ia menyembuhkan banyak orang. Apakah hal ini buruk? Tentu saja tidak, bukankah

menyembuhkan orang adalah perbuatan yang baik? Namun, yang harus kita cermati adalah

motivasi di balik perbuatan baik itu. Saya sendiri pernah mendengar khotbah salah satu

pastor di Semarang, yang mengatakan, “Apa yang berasal dari Tuhan selalu memiliki awal,

tengah, dan akhir yang baik,” Nah, dalam kasus penyembuhan ini kita harus berhati-hati

terhadap motivasi berbuat baik itu. Tentu kita tidak tahu apa motivasi orang lain, dan kita

sebaiknya juga tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Lebih baik kita berefleksi sendiri,

apakah motivasi kita dalam melakukan perbuatan baik itu karena kita ikhlas, atau karena

kita ingin dilihat keren, dilihat baik, dilihat hebat oleh orang lain? Perbuatan baik itu tidak

salah, tetapi ketika kita melakukannya hanya untuk memperoleh penghormatan dari orang

lain, hal itu menunjukkan bahwa kita telah jatuh dalam godaan iblis. Lalu apa pengaruhnya

ketika kita jatuh dalam godaan ‘ingin tampak keren’ ini?

1 "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat

mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. 2 Jadi

apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang

dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji

orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. 3 Tetapi

jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat

31 | P a g e

tangan kananmu. 4 Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka

Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Mat 6:1—4 )

Firman Yesus yang dikutip dari Injil Matius itu mengingatkan kita, bahwa ketika kita

melakukan sesuatu untuk dilihat orang, untuk mendapat penghargaan dari orang lain, maka

sesungguhnya kita telah mendapatkan ‘upah’ atas perbuatan kita itu, tetapi kita tidak akan

memperoleh ‘upah’ dari Tuhan. Jadi, jika Anda bertanya, “Apa yang akan terjadi pada saya

jika saya berbuat baik hanya karena saya ingin meninggikan diri saya?” Tentu saya tidak

akan mengatakan anda akan kena kutuk, atauu anda akan mendapat kesialan. Yang akan

terjadi adalah..Anda tidak akan mendapatkan apa-apa dari Tuhan! Itu saja.

Kemudian poin yang terakhir menyinggung motivasi kita untuk tetap hadir dan mengikuti

perayaan Ekaristi di gereja. Teman saya bercerita, pastor yang menceritakan kisah tadi

bertanya, “Mengapa Anda masih ke gereja? Bukankah gereja ini sama saja, hanya begini-

begini saja?” Jujur saja, pertanyaan itu juga pernah muncul dalam benak saya ketika saya

tengah mengalami kesepian dan kebingungan rohani..karena itulah teman saya

menceritakan kisah tadi kepada saya hahaha....

Ketika iblis menggoda Yesus untuk yang ketiga kalinya, iblis menyuruh Yesus untuk

menyembahnya, maka ia akan menyerahkan seluruh kerajaan di dunia kepadaNya. Godaan

ketiga ini melambangkan kekuasaan. Secara pribadi, saya memaknai bahwa seringkali kita

ingin berkuasa melebihi kuasa Tuhan. Kita ingin semuanya terjadi dan berjalan sesuai

keinginan kita, kita ingin memiliki kekuasaan untuk mengatur segalanya! Bukankah ini

berarti kita ingin menjadi ‘tuhan’? Tidak perlu mengambil contoh yang muluk-muluk

mengenai godaan kekuasaan. Tidak perlu melihat terlalu jauh kepada orang-orang yang

ingin menjadi penguasa hanya untuk memperoleh berbagai hak istimewa dan kekuasaan

untuk memerintah dan mengatur banyak hal sekehendaknya. Coba kita renungkan

beberapa peristiwa sederhana dalam hidup kita. Contohnya saja, ketika kita memiliki

rencana untuk berlibur bersama keluarga, ternyata tiba-tiba hujan turun dan menggagalkan

rencana kita. Kita pun mulai bersungut-sungut dan berkata, “Ah..seandainya saja tidak

hujan, pasti aku saat ini sedang bersenang-senang berlibur bersama keluargaku” Mungkin

kalimat tadi terdengar biasa saja, tetapi bisa jadi di balik itu, ada suatu ketidakpuasan dan

sebuah angan-angan, ‘seandainya saya bisa mengatur cuaca, pasti saya akan membuat hari

ini tidak hujan’. Nah, bukankah pikiran seperti ini menunjukkan bahwa kita ingin menyaingi

kekuasaan Tuhan? Hal kecil dan sederhana lainnya bisa jadi secara tidak sadar menggoda

kita untuk ingin memiliki kekuasaan seperti Tuhan. Ketika kita kecewa karena saat kita

sedang cuti, ternyata di kantor diadakan pesta, kita kecewa dan mengungkapkan

ketidakpuasan kita. Ketika kita menjadi pengunjung ke-99 sementara orang yang mengantri

di belakang kita menjadi pengunjung ke-100 di sebuah supermarket dan berhak

memperoleh banyak hadiah, kita pun kecewa dan berkata, “Ah! Seandainya aku tadi

mengantri lebih lama!” Segala ketidakpuasan itu wajar saja kita rasakan. Namun, kita harus

berhati-hati agar tidak terjebak dalam godaan iblis untuk membiarkan keinginan kita

32 | P a g e

menjadi ‘tuhan’ dalam hidup kita. Hanya Tuhan saja yang berhak berkuasa atas segala

sesuatu. Kita sebagai ciptaanNya seharusnya senantiasa percaya kepadaNya dan menaruh

hormat kepadaNya yang telah memberikan begitu banyak rahmat dalam hidup kita.

Seperti yang diceritakan oleh teman saya, sang pastor menjelaskan mengapa kita tetap

pergi ke gereja? Sekalipun mungkin perayaannya hanya begitu-begitu saja, urutannya pun

baku dan selalu sama...tetapi alasan kita pergi ke gereja adalah karena Tuhan pun berkenan

hadir dalam setiap perjalanan hidup kita. Kita datang ke Gereja untuk bersyukur kepadaNya,

untuk menghormati kuasaNya, untuk menunjukkan penghargaan dan penghormatan kita

bahwa Ia adalah satu-satunya Allah yang kita sembah, bahwa tidak ada kuasa lain yang layak

menerima penghormatan begitu tinggi selain Dia. Dan Tuhan yang begitu Mahaluarbiasa itu,

telah berkenan hadir dalam hidup kita, menyelamatkan kita dari maut dan membimbing kita

untuk memiliki hidup yang penuh dan berkelimpahan. Untuk itu semua, sudah selayaknya

kita hadir dalam perjamuan yang diadakanNya. Bukankah ketika kita telah mendapat

kebaikan dari seseorang, dan orang itu mengadakan pesta lalu mengundang kita, kita akan

dengan senang hati datang ke pesta itu? Setidaknya kita merasa ingin menyenangkan hati

orang yang telah memberikan kebaikan kepada kita itu. Demikian juga seharusnya, kita

datang ke Perjamuan Kudus di Gereja, bukan hanya untuk mengikuti ritual tanpa arti, tetapi

setidaknya kita datang untuk menyenangkan hati Tuhan, untuk menunjukkan penghargaan

kita kepadaNya.

Semoga kita senantiasa diingatkan dan dikuatkan dalam menjalani hidup yang sarat dengan

godaan-godaan ini, dan semoga pada akhirnya kita berhasil menang dari godaan-godaan itu

karena kita berpegang pada firman Tuhan yang menyelamatkan! Tuhan memberkati! 

33 | P a g e

APAKAH “KEBETULAN” ITU?

Beberapa waktu yang lalu, ada sebuah kegiatan di tempat kerja saya yang mengharuskan

saya untuk mengikuti uji kemampuan sebuah pompa di plant. Kegiatan tersebut memang

berkaitan dengan sebuah studi yang saya lakukan. Seperti biasa, saya berangkat ke plant

berjalan kaki bersama salah seorang rekan saya, mengikuti uji kemampuan pompa itu

selama kurang lebih dua jam, sampai akhirnya kegiatan itu selesai. Ketika semuanya

berjalan, saya merasa baik-baik saja. Akan tetapi, setelah semuanya selesai dan para

personel bersiap untuk kembali ke tempat masing-masing, tiba-tiba pandangan saya seperti

menjadi gelap. Saya merasa ada yang tidak beres dengan tubuh saya. Saya mulai merasa

mual dan ingin muntah. Kepala saya terasa berat dan pandangan saya tetap tampak gelap.

Waktu itu rekan saya mengajak saya untuk kembali ke kantor dengan berjalan kaki, dan

biasanya saya pun baik-baik saja ketika harus berjalan kaki kembali ke kantor. Namun,

waktu itu entah kenapa kondisi tubuh saya seperti tidak mendukung. Tiba-tiba saja, ketika

kami hendak berjalan pulang, sebuah mobil datang dan menawarkan untuk mengantarkan

kami kembali ke kantor. Tentu saja kami pun setuju dan akhirnya kami diantar kembali ke

kantor. Saya tidak perlu berjalan kaki dan mungkin saja jika saya memaksakan diri untuk

berjalan kaki kembali ke kantor, saya bisa pingsan di tengah jalan hahaha....

Kadang kala, atau bahkan seringkali dalah hidup kita, kita mengalami sesuatu yang kita

anggap ‘kebetulan’. Ketika kita sedang pergi membeli makanan dan sudah selesai makan

lalu bersiap untuk membayar...tiba-tiba kita baru sadar bahwa kita lupa membawa dompet.

Pada saat itu ‘kebetulan’ kita bertemu seorang teman dan ia dengan murah hati membayar

bagian kita juga. Atau mungkin ketika kita ketinggalan bus untuk ke kantor dan tiba-tiba

seorang rekan kerja lewat dan menawarkan kita untuk berangkat bersama naik

mobilnya...semua ini mungkin hanya ‘kebetulan’ semata, tetapi jika kita boleh melihat lebih

dalam, sebenarnya tidak ada suatu ‘kebetulan’ semata.

Ada sebuah ungkapan yang pernah saya baca, “There are no mistakes and no coincidences.

Everything that happens is a blessing that comes from Him”. Sungguh ketika terjadi sebuah

‘kebetulan’, alangkah baiknya jika kita memaknainya sebagai salah satu bagian dari karunia

Tuhan. Ada satu hal yang harus kita tanamkan dalam diri kita, bahwa mukjizat tidak melulu

harus terjadi lewat sebuah peristiwa yang spektakuler. Setiap rahmat yang kita terima setiap

hari bisa menjadi mukjizat bagi diri kita, jika kita memaknainya demikian. Ketika saya merasa

nyaris pingsan dan tiba-tiba sebuah kendaraan datang untuk membawa kami kembali ke

kantor, saya merasa ini adalah salah satu rahmat dari-Nya. Ia tahu apa yang saya butuhkan

saat itu; Ia tidak membiarkan saya semakin jatuh dan malah bisa semakin merepotkan

banyak orang nantinya. Ia mengirimkan bantuan itu pada saat yang tepat, pada saat ketika

kita sungguh-sungguh membutuhkannya.

34 | P a g e

Mungkin sering kali kita melupakan karunia Tuhan yang terwujud dalam hal-hal sederhana

yang kita alami setiap hari, karena kita sibuk menantikan mukjizatNya yang kita harapkan

terjadi dalam hidup kita sebagai sebuah peristiwa yang luar biasa...tidak salah memang

menantikan mukjizatNya, namun jangan sampai kita malah melupakan rahmatNya yang lain

dalam hidup kita. Ia tidak hanya mengurus salah satu aspek dalam hidup kita, tetapi Ia

mengurus segala sisi kehidupan kita. Mungkin kita sedang menantikan rahmat dan

mukjizatNya dalam segi finansial kita, tetapi ingatlah bahwa Ia pun telah menjaga kita untuk

tetap sehat dan dikelilingi oleh orang-orang yang mengasihi kita.

Jadi, marilah membiasakan diri untuk lebih peka akan karunia Tuhan, baik dalam hal-hal

besar maupun hal-hal sederhana yang terjadi dalam hidup kita. Ia mengasihi kita dan Ia

tidak akan membiarkan kita jatuh sampai tergeletak. Tuhan memberkati kita semua 

23 TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;

24 apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.

(Mzm 37:23-24)

35 | P a g e

APA ARTI HIDUP BAGIMU?

Saya teringat suatu hari ketika saya mengikuti sebuah kuliah di kampus, dosen yang

membawakan mata kuliah itu tiba-tiba memberi pertanyaan kepada beberapa orang teman

saya. “Menurut kalian, hidup itu apa?”

Ada yang mengatakan bahwa hidup adalah sebuah kesempatan, ada yang mengatakan

bahwa hidup adalah perjuangan, ada yang mengatakan bahwa hidup adalah

anugerah...banyak jawaban yang berbeda ketika orang mendapat pertanyaan ‘hidup itu

apa?’

Waktu itu saya berpikir bahwa hidup adalah sebuah anugerah, namun hari ini saya kembali

memikirkan hal itu dan saya pun bertanya, jika hidup itu anugerah, lalu apakah kita bisa

melakukan segala hal sekehendak kita sendiri? Saya pun berpikir bahwa ada sesuatu di balik

hidup sebagai anugerah. Sebuah pertanyaan mendasar yang kadang muncul dalam benak

saya, ‘Mengapa Tuhan menciptakan sesuatu?’ Mengapa Tuhan menciptakan nyamuk, lalat,

kalajengking, dan kaki seribu? Mengapa Tuhan menciptakan ular, biawak, komodo, dan

buaya? Mengapa Tuhan menciptakan bunga mawar, anggrek, melati, bahkan bunga

bangkai? Mengapa Tuhan menciptakan kita?

Sebuah pertanyaan yang saya tidak tahu juga jawabannya. Yang jelas, Tuhan menciptakan

sesuatu untuk sesuatu. Ia tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Tuhan tahu

setiap titik yang diciptakanNya akan memancarkan kemuliaanNya. Jadi saya kira, Tuhan

menciptakan setiap dari kita di dunia ini, untuk suatu tujuan. Tujuan hidup yang pada

akhirnya akan berujung pada kemuliaanNya. Saya percaya, tidak ada seorang pun yang

diciptakan untuk menjadi pecundang. Semua orang diciptakan untuk menjadi pemenang.

Bahkan, sebenarnya kita tidak perlu takut akan kekurangan, kita tidak perlu takut akan

kehilangan kesempatan karena kekayaan dan kesempatan itu telah dimiliki orang lain. Kita

tidak perlu takut, karena Tuhan punya lebih banyak daripada semua yang pernah kita lihat.

Hanya saja kita belum menemukannya, dan mungkin juga Ia memang sedang menunda

untuk memberikannya kepada kita.

Setelah menyadari bahwa hidup setiap orang pasti memiliki makna dan tujuan tertentu yang

telah ditetapkanNya, kini saya mengatakan bahwa hidup adalah sebuah perutusan. Setiap

orang yang telah lahir ke dunia, tidak saja membawa egonya sendiri, tetapi juga membawa

sebuah tugas perutusan dari Yang Mahakuasa. Seorang anak yang lahir di keluarga biasa

saja ternyata mampu menjadi seorang dokter yang bertangan dingin dan mampu

menyembuhkan banyak orang. Seorang anak yang bahkan tidak tamat pendidikan sekolah

menengah ternyata berhasil menjadi seorang pengusaha terkemuka dan mampu membuka

lapangan pekerjaan untuk banyak orang. Namun ada pula, anak dari keluarga terkemuka

yang terjerat kasus hukum dan pada akhirnya menjadi narapidana. Kita tidak bisa

36 | P a g e

menggunakan logika kita bahwa keluarga atau asal seseorang akan menentukan

kehidupannya kelak. Tidak seperti itu, tidak sama sekali.

Hidup adalah perutusan, dan semua orang pada dasarnya diutus untuk menjadi seseorang

bagi dunia. Tidak harus menjadi seorang penemu listrik, penemu antibiotik, atau peraih

nobel perdamaian untuk menjadi ‘seseorang’ bagi dunia. Ada sebuah ungkapan yang cukup

sering saya dengar, “Bagi dunia Anda mungkin bukan siapa-siapa, tetapi bagi seseorang,

Anda mungkin adalah dunianya”. Sebenarnya setiap insan di dunia ini adalah bagian dari

dunia. Sebuah kebaikan sederhana yang kita berikan kepada seseorang bisa saja mengubah

kehidupan orang itu selamanya. Saya pernah mendengar cerita dari seorang teman yang

menemani salah seorang kerabatnya ketika ayah kerabatnya itu meninggal dunia. Teman

saya itu hanya menemani hingga larut malam, tanpa banyak bicara. Keesokan harinya,

kerabatnya itu datang kepadanya dan mengucapkan terima kasih banyak karena teman saya

itu telah menemaninya malam sebelumnya, karena ternyata sebelumnya dia berencana

untuk bunuh diri malam itu. Ia merasa hidupnya hancur setelah sang ayah meninggal dan ia

tidak punya semangat hidup lagi, tetapi karena ada seseorang yang menemaninya, ia pun

mengurungkan niatnya itu. Sungguh luar biasa bukan? Hanya sebuah perhatian yang

sederhana, menemani seseorang yang sedang berduka, tanpa banyak bicara, tanpa banyak

nasihat atau kata-kata penghiburan. Hanya sekedar kehadiran kita saja ternyata mampu

memberikan pengaruh yang luar biasa dalam hidup seseorang.

Karena hidup adalah sebuah perutusan, dan setiap dari kita mungkin memiliki tugas

perutusan yang berbeda-beda. Yang jelas, tidak ada satu pun manusia yang diciptakan tanpa

tugas ini. Semua orang memilikinya, dan alangkah baiknya jika kita dapat menyadari tugas

perutusan kita masing-masing dan melaksanakannya dengan sepenuh hati hingga pada

akhirnya semua itu bermuara pada kemuliaan Allah Sang Pencipta.

Semoga kita dapat menjalani hidup ini dengan melaksanakan tugas perutusan dari Tuhan

dengan sebaik-baiknya! Amin 

37 | P a g e

MENGETAHUI APA YANG BENAR-BENAR KITA INGINKAN

Beberapa waktu yang lalu saya baru saja selesai membaca sebuah buku berjudul Training

Camp karya Jon Gordon. Buku ini mengisahkan perjuangan seorang pemain rugby untuk

menjadi bagian dari sebuah tim rugby yang sudah menjadi impiannya. Dalam buku ini

dirumuskan sebelas ciri-ciri dari ‘mereka yang terbaik’, sesuatu yang bisa menjadi pelajaran

berharga bagi siapapun yang ingin menjadi ‘yang terbaik’ dalam bidangnya. Adapun

kesebelas ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mereka yang terbaik mengetahui hal yang benar-benar mereka inginkan.

2. Mereka yang terbaik memiliki kerinduan yang lebih mendalam.

3. Mereka yang te