Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah buku berjudul Happier than God, karya
Neale Donald Walsch. Pada prinsipnya buku ini mengajak pembacanya untuk menyadari
kekuatan the law of attraction, seperti halnya buku-buku serupa seperti The Secret. Namun,
satu hal yang cukup membedakannya dari The Secret adalah penekanan ke’Tuhan’an dari
Tuhan. Dalam The Secret (setidaknya yang pernah saya baca dan saya pahami), seakan-akan
kitalah ‘Tuhan’ dari hidup kita. bahkan salah satu perumpamaan yang saya ingat adalah,
ibaratnya kita seperti Aladdin yang memiliki Jin untuk memenuhi semua keinginannya.
Tentu saja jika kita menganalogikan ‘kekuatan terbesar’ di alam ini sebagai ‘jin’ dalam film
Aladdin, kesan yang didapat adalah ‘kekuatan terbesar’ itu ada di bawah kekuasaan kita.
Akhirnya, ketika kita mempercayai dan mengimani bahwa ‘kekuatan terbesar’ itu adalah
Tuhan, maka kita akan menarik kesimpulan yang keliru bahwa kita dapat memerintah
Tuhan. Ya, setidaknya menurut saya adalah hal yang salah ketika kita berpikir bahwa kita
bisa memerintah Tuhan.
Terlepas dari pandangan dan pendapat setiap orang mengenai buku serupa The Secret
maupun Happier than God, setidaknya dari buku-buku spiritual tersebut kita dapat
mengambil sebuah nilai positif, yaitu bahwa kita seharusnya mampu memiliki iman meski
hanya sebesar biji sesawi (Mat 17:20).
Salah satu hal yang menarik dari Happier than God, dan merupakan bagian favorit saya,
adalah ketika Neale Donald Walsch memberikan penjelasan mengenai apa yang disebutnya
‘hukum kebalikan’. Sedikit pengantar mengenai hal ini, di bagian awal bukunya, Neale
mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip utama kehidupan meliputi energi ketertarikan,
hukum kebalikan, karunia kebijaksanaan, sukacita kekaguman, dan keberadaan siklus.
Detailnya bisa Anda baca di buku Happier than God . Nah, hukum kebalikan dijelaskan
sebagai berikut.
Ketika Anda mengundang sesuatu untuk masuk ke dalam realitas Anda, kebalikan dari
sesuatu yang Anda undang tersebut juga akan muncul—dan ia adalah yang pertama kali
muncul.
Dan ditegaskan lagi bahwa orang-orang tidak menyadari bahwa segala sesuatu yang
berkebalikan dengan yang mereka inginkan adalah sebuah kepastian dan pertanda bahwa
mereka telah berada di jalan yang tepat menuju apa yang mereka inginkan. Sungguh
pernyataan yang sangat menarik—dan indah, menurut saya. Seringkali kita merasa putus
asa dan merasa bahwa hidup begitu tidak adil karena tidak menyediakan apa yang kita
inginkan. Kita merasa Tuhan begitu pilih kasih karena seakan Ia tidak mendengar doa kita
dengan tidak juga mengabulkan permohonan kita. Saya yakin setiap orang beriman pernah
mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya dan masa-masa suram dimana ia merasa
ditinggalkan Tuhan. Namun, menurut saya ini adalah hal yang wajar, karena Tuhan Yesus
54 | P a g e
sendiri dalam penderitaanNya berujar, “AllahKu, ya AllahKu, mengapa Kau tinggalkan
Daku?” meskipun hal itu tidak juga mengubah imanNya untuk tetap setia sampai wafat di
kayu salib sehingga pada akhirnya Allah Bapa menganugerahkan kebangkitan kepadaNya
dan menjadikan namaNya di atas segala nama.
Nah, di sinilah menariknya ungkapan Neale Donald Walsch tersebut. Seperti yang sering
diajarkan dan dinasihatkan oleh banyak guru-guru spiritual dari berbaagai agama dan aliran
kepercayaan—namun sering kali susah untuk kita mengeri—bahwa segala penderitaan
dalam hidup ini akan berlalu, dan bahwa hal-hal buruk yang terjadi dalam hidup kita akan
berakhir dengan sebuah pelangi yang indah. Jujur saja, ketika membaca bagian tadi dalam
buku Happier than God, saya sangat tersentuh. Betapa indah menemukan seseorang yang
pada akhirnya berani mengatakan hal itu dengan penuh keyakinan, bahkan kalimat yang
ditulisnya juga mampu membangkitkan kepercayaan diri saya akan kehidupan ini.
Bayangkan, ketika kita mengalami sesuatu yang menurut kita berkebalikan atau jauh dari
apa yang kita harapkan, ternyata itu adalah sebuah tanda bahwa kita telah berada di jalur
yang tepat! Apa lagi yang dapat dikatakan untuk memotivasi seseorang yang tengah
mengalami kesulitan dalam hidupnya selain kata-kata tersebut? Saya rasa semua orang
harus menyadari hal ini. Betapa sering kita mendengar kisah sukses seseorang yang berawal
dari kondisi yang berkebalikan dengan kondisinya sekarang. Banyak pengusaha sukses
awalnya hanyalah seorang anak muda yang berasal dari keluarga miskin atau biasa saja,
kemudian dengan usahanya dan dengan dukungan kekuatan alam, ia mampu menjadi
‘seseorang’. From no one become someone. Dari situ bukankah seharusnya kita bisa percaya
bahwa kehidupan ternyata bukannya tidak adil? Tuhan bukannya tidak mendengar doa
orang-orang yang meminta kepadaNya, hanya saja saatnya belum tiba.
Beberapa hari yang lalu saya menyaksikan salah satu video ceramah Joyce Meyer dengan
topik Living with Confidence. Dalam ceramahnya itu, ada satu bagian yang sangat menarik
bagi saya, dan semoga hal ini juga menjadi angin segar bagi Anda semua yang tengah
menginginkan sesuatu dan telah memohonkannya kepada Tuhan.
“Karena kamu kurang percaya, sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya
kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini:
Pindah dari tempat ini ke sana, -maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang
mustahil bagimu.” (Mat 17:20)
Satu hal yang sangat menarik bagi saya, dan membuka pikiran saya, adalah ketika Joyce
mengutip perikop tersebut dan berkata, “Tuhan bersabda bahwa jika kita memiliki iman
sebesar biji sesawi saja maka kita bisa berkata kepada gunung untuk pindah dari tempatnya,
tetapi Ia tidak mengungkapkan kapan hal itu akan terjadi.”
Sungguh menggugah hati ketika mengetahui bahwa kita bukan saja harus percaya bahwa
Tuhan akan memberikan apa yang kita butuhkan ketika kita sungguh-sungguh beriman
kepadaNya, melainkan juga bahwa kita harus percaya akan waktuNya.
55 | P a g e
Pernah ada yang berkata bahwa “Waktu Tuhan tidak pernah terlalu cepat atau terlambat,
segalanya akan terjadi tepat pada waktuNya,” . Sungguh sulit memang menyamakan waktu
kita dengan waktu Tuhan. Seringkali yang terjadi adalah apa yang kita rasa kita butuhkan
segera, saat ini juga, secepat mungkin, ternyata baru diberikan kepada kita beberapa waktu
kemudian, tetapi tidak terlambat juga. Kita harus mengakui bahwa apa yang kita pikir kita
perlukan secepatnya, terkadang sebenarnya tidak kita perlukan secepat itu. Keinginan
daging kitalah yang mendesak kita untuk dengan segera memenuhi keinginan kita itu,
padahal sebenarnya Tuhan sudah berencana untuk memberikannya, hanya saja belum
waktunya. Terkadang, desakan dan pendapat dari orang lain pun ikut serta membuat kita
merasa bahwa kita harus segera memiliki sesuatu, padahal sebenarnya tidak semendesak
itu.
Dari sinilah saya memperoleh kembali kepercayaan saya akan kehidupan ini. Ketika apa
yang saya alami saat ini terasa jauh dari apa yang saya inginkan, kata-kata Joyce Meyer yang
mengingatkan bahwa Tuhan tidak pernah memberitahu kapan Ia akan mengabulkan doa
kita, menambah iman saya. Begitu pun dengan deskripsi Neale Donald Walsch bahwa ketika
apa yang terjadi itu berkebalikan dengan apa yang kita harapkan, percayalah bahwa kita
sudah berada di jalur yang tepat. Kita hanya perlu terus berusaha, jangan mudah menyerah,
dan tetaplah percaya.
Sebuah ilustrasi yang sangat bagus untuk menggambarkan pentingnya sebuah kepercayaan
saya temukan di salah satu situs jejaring sosial. Semoga hal ini dapat menginspirasi kita
untuk tetap berusaha dan tetap percaya, selalu percaya bahwa ada waktu yang tepat untuk
semua hal. Biarkan Tuhan yang menjadwalkannya untuk kita, karena rencanaNya adalah
yang terbaik. AMDG!
56 | P a g e