Waktu itu saya baru saja mengikuti perayaan Natal bersama se-kabupaten Tuban.
Menyenangkan rasanya berkumpul bersama rekan-rekan seiman, sekalipun sebagian besar
tidak saya kenal.
Malam hari itu sebenarnya saya berencana untuk tidur lebih awal, karena besok pagi saya
harus berangkat kerja lebih awal juga. Namun, ketika bersiap membaca firman Tuhan, tiba-
tiba suatu pemikiran melintas dalam benak saya. Saya akan merasa sangat bersalah jika saya
tidak menyampaikan apa yang muncul dalam pikiran saya tadi, karena saya percaya Tuhan
ingin saya menuangkannya sehingga akan bermanfaat bukan hanya untuk diri saya sendiri,
melainkan juga untuk semua orang yang membaca tulisan saya ini.
Sebenarnya apa yang muncul dalam pikiran saya tadi adalah sebuah tema yang sangat biasa.
Saya berefleksi dari pengalaman saya selama beberapa hari terakhir. Sejak awal tahun ini,
sebenarnya saya masih bisa menjaga dengan cukup baik kebiasaan saya untuk membaca
dan merenungkan firman sebelum tidur. Namun, selama beberapa hari terakhir di minggu
ini, saya begitu lelah ketika malam tiba. Saya pun beberapa kali sempat tertidur di depan
laptop seusai mengerjakan sesuatu yang jelas tidak ada kaitannya dengan merenungkan
firman Tuhan. selama hari-hari itu pun, saya mencoba membenarkan diri dan memberi
alasan kepada Tuhan dan kepada diri saya sendiri bahwa saya berhak untuk istirahat. Saya
juga mencoba meyakinkan diri saya bahwa Tuhan tidak akan marah jika kita tertidur dan
lupa berdoa atau membaca firmanNya karena Tuhan pasti memahami kondisi kita. Ya, tentu
saja Tuhan kita adalah Tuhan yang Mahapengasih. Kenakalan-kenakalan kecil kita mungkin
tidak akan banyak berpengaruh terhadap hubungan kita dengan Dia.
Akan tetapi, malam ini saya seperti ditegur Tuhan. Seringkali ketika saya telah menerima
berkat dari Tuhan, saya lupa untuk tetap menjaga relasi yang intim denganNya. Yang sering
terjadi adalah, setelah menerima berkat, saya bersyukur kepada Tuhan, berdoa dan
bersyukur selama beberapa hari ke depan, tetapi kemudian pusat perhatian saya teralihkan.
Saya tidak lagi berfokus kepada Tuhan, tidak lagi menjaga relasi yang intim denganNya
seperti pada saat saya belum menerima berkat itu, tetapi saya malah berfokus pada berkat
itu sendiri. Nah, nanti ketika suatu saat saya kehilangan berkat itu, atau saya mengalami
suatu kejadian yang kurang menyenangkan, barulah saya ingat lagi untuk mendekatkan diri
dengan Tuhan.
Saya mencoba membayangkan situasi dimana ada seorang sahabat saya datang kepada saya
ketika ia membutuhkan sesuatu dan saya pun berusaha sekeras mungkin membantunya,
menyediakan waktu baginya untuk menolongnya menyelesaikan masalahnya atau
memperoleh apa yang diharapkannya. Namun, setelah ia mendapatkan apa yang ia
harapkan atau setelah masalahnya selesai, ia jadi jarang menghubungi kita, tidak seperti
ketika ia membutuhkan pertolongan kita. Bagaimana jika kita ada dalam situasi seperti itu?
93 | P a g e
Tentu kebanyakan dari kita akan merasa jengkel, kesal, dan kecewa. Sebagian mungkin
merasa dirinya dimanfaatkan, sebagian mungkin acuh tak acuh, dan sebagian kecil mungkin
akan mendoakan sahabat itu dan bersyukur karena masalahnya telah selesai atau bersyukur
karena sahabat kita telah memperoleh apa yang ia harapkan.
Nah, jika dalam situasai itu kita mampu membayangkan akan jadi sebesar apakah rasa kesal
kita, mengapa kita tidak bosan-bosan juga berusaha membuat Tuhan kesal? Memang
kenakalan-kenakalan kecil yang kita lakukan itu sepertinya tidak berarti, tetapi mengapa kita
melakukan hal itu jika kita bisa melakukan yang lebih baik? Saya sempat berkata kepada
Tuhan, “Tuhan, saya mohon ampun atas kesalahan-kesalahan saya. Saya sadar saya
seharusnya tetap berusaha menjaga relasi yang dekat dengan Engkau dan tidak
menomorduakan Engkau,” Saya sebenarnya malu dengan diri saya sendiri, karena saya telah
beberapa kali mencari-cari alasan pembenaran diri untuk membenarkan kemalasan saya!
Seperti telah saya sebutkan sebelumnya, saya seringkali lebih berfokus pada berkat yang
saya terima daripada kepada Tuhan sendiri, yang telah memberikan berkat itu kepada saya.
Selain itu saya pun belajar bahwa apapun yang terjadi dalam hidup saya, itu adalah bagian
dari rencana Tuhan untuk membentuk diri saya. Siapapun orang yang masuk dalam hidup
kita, pasti datang untuk suatu tujuan, yaitu tujuan Ilahi. Saya percaya, setiap orang yang
saya jumpai pasti memiliki perannya masing-masing dalam pembentukan pribadi dan
karakter saya. Tuhan ingin saya berkembang menjadi seseorang yang sesuai dengan
rancanganNya. Untuk itu, terkadang Ia menghadirkan orang yang pemarah supaya saya
berlatih untuk bersabar. Terkadang Ia menghadirkan orang yang malas supaya saya belajar
untuk tidak mudah menghakimi orang lain. Terkadang Ia menghadirkan orang yang
menyakiti hati kita agar kita terlatih untuk mengampuni. Pada akhirnya, karakter-karakter
Ilahi, buah-buah Roh sebagai hasil dari ‘latihan’ dan ‘pelajaran’ kita selama hidup di dunia,
itu akan membentuk kita menjadi pribadi yang sesuai dengan rancangan Allah, hanya bila
kita dapat hidup sesuai dengan ajaranNya.
Ingat, Tuhan kita adalah Tuhan yang Mahapengasih, sehingga Ia tetap memberkati kita
sekalipun kita tidak datang kepadaNya. Ia juga adalah Tuhan yang Mahatahu, sehingga Ia
akan membiarkan suatu pencobaan terjadi untuk membentuk diri kita menyerupai hatiNya.
AMDG!
94 | P a g e