Blessings Everytime by Yulia Murdianti - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

RETRET AWAL

Puji Tuhan atas segala rahmatNya! Saya sangat bersyukur terlebih setelah selama sekitar

empat hari saya mengikuti Retret Awal di Pertapaan Karmel, Tumpang, Jawa Timur bulan

Februari tahun 2014. Sungguh pengalaman iman yang indah dan menyejukkan hati. Dari

awal perjalanan sampai kembali ke tempat tinggal saya, saya sungguh merasakan sukacita

luar biasa dari Roh Kudus.

Sejenak mengingat kembali pengalaman iman yang saya alami selama Retret Awal tersebut.

Saya dari Tuban menuju Surabaya selanjutnya saya bersama rombongan dari Surabaya naik

bus bersama menuju Tumpang. Awalnya tidak ada seorang pun dari peserta lain yang saya

kenal. Namun, berkat rahmat Tuhan, saya pun mulai mendapatkan teman-teman baru. Puji

Tuhan, karena saya sempat khawatir akan menghabiskan waktu empat hari itu dalam

kesepian. Ternyata sungguh benar apa yang dituliskan dalam 1Kor 2:9 Tetapi seperti ada

tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga,

dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk

mereka yang mengasihi Dia."

Tuhan telah menganugerahkan dan menyediakan apa yang saya perlukan, bahkan jauh lebih

daripada apa yang kita pikirkan.

Pada awal mengikuti Retret Awal tersebut, jujur saja saya merasa tidak terlalu tersentuh.

Saya merasa biasa-biasa saja. Hanya ada ketenangan hati dan kedamaian yang selalu saya

rasakan sepanjang Retret tersebut. Akhirnya saya memohon kepada Tuhan untuk

menyingkapkan apa yang perlu saya ketahui untuk memperbaiki diri saya, mengatasi

kelemahan saya, supaya saya sungguh bisa semakin dekat denganNya dan bisa lebih dalam

lagi merasakan kehadiranNya. Akhirnya pada waktu mengikuti Doa Yesus (doa batin dengan

mengucapkan nama Yesus berulang kali di dalam hati) pada hari kedua, saya mulai merasa

ada sesuatu yang ingin disampaikan Tuhan. Di tengah pikiran yang hening dan kosong, tiba-

tiba saya seolah mendapatkan sebuah kalimat “Aku mengasihimu”. Saya adalah orang yang

terkadang sangat mengutamakan logika sehingga saya tidak serta merta percaya bahwa

kata-kata itu berasal dari Tuhan. Saya sempat berpikir apakah jangan-jangan saya sendiri

yang secara tidak sadar mengucapkan kata-kata itu dalam hati, tapi kok sepertinya tidak

juga. Kata-kata itu muncul begitu saja, tiba-tiba. Setelah itu saya pun melanjutkan doa batin

dan semua berjalan biasa saja. Nah, selanjutnya ketika ada sesi meditasi pada siang hari,

kami diminta untuk membaca sebuah perikop ayat dalam Alkitab. Kemudian jika ada ayat

yang menyentuh hati kami, kami diminta untuk mengulang-ulang membaca ayat itu dalam

hati. Perikop yang kami baca waktu itu adalah 1 Yoh 4:7-21 Allah adalah Kasih.

Ketika membaca perikop itu, saya merasa diingatkan dengan ayat 20 : Jikalau seorang

berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta,

95 | P a g e

karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi

Allah, yang tidak dilihatnya.

Saat membaca ayat itu tiba-tiba saya terbayang wajah seseorang, yang memang selama ini

kurang mendapatkan kasih dari saya. Orang itu adalah kakak pertama saya yang menderita

Down Syndrome. Memang sejak kecil kami tidak dekat. Saya pun cenderung acuh tak acuh

terhadapnya. Saya sering merasa kesal dan jengkel kepadanya. Waktu itu saya seperti

diingatkan Tuhan bahwa jika saya berkata bahwa saya mengasihiNya, tetapi saya tidak bisa

mengasihi saudara saya sendiri, itu berarti saya tidak sungguh-sungguh mengasihi Tuhan.

Nah, puncak pengingatakn saya adalah ketika ada sesi pertobatan. Dalam sesi itu kami

diajak untuk merenungkan kembali perjalanan hidup, apa saja dosa-dosa yang telah kami

perbuat dan siapa orang yang kami sakiti, siapa orang yang menyakiti kami dan membuat

kami merasakan kepahitan dan luka batin akibat apa yang dikatakan atau diperbuat orang

itu. Waktu itu sekali lagi saya diingatkan oleh Tuhan. Seakan Tuhan ingin berkata, “Mengapa

kamu tidak bisa mengasihi Aku yang hadir dalam diri saudaramu?” Tak terasa air mata saya

pun mengalir. Saya juga diingatkan bahwa saya pun sulit mengasihi papa saya yang memang

sejak kecil saya pandang sebagai pribadi yang keras. Tuhan seakan mengatakan kepada

saya, “Sesulit apapun orang untuk kamu kasihi, tetaplah kasihi dia”

Memang tidak mudah untuk bisa mengasihi dengan tulus. Pada perayaan Ekaristi hari

terakhir, kami para peserta Retret pun diingatkan bahwa mengasihi harus dengan tulus

ikhlas. Romo yang memberikan kotbah waktu itu memberikan contoh, “Jika Saudara

memberi saya baju lalu saya membuang baju itu, apa yang akan Saudara rasakan?” Banyak

peserta menjawab bahwa mereka akan merasa sakit hati. Kemudian Romo melanjutkan,

“Coba sekarang Saudara pikirkan. Sebelum Saudara memberikan baju itu kepada saya, baju

itu memang milik Saudara. Tetapi setelah baju itu diberikan kepada saya, maka baju itu

adalah milik saya. Mengapa Saudara merasa sakit hati atas apa yang saya lakukan terhadap

barang milik saya sendiri?”

“Itu berarti Saudara tidak ikhlas memberikannya kepada saya. Mulai sekarang sadarilah

bahwa sebagai umat Kristiani, kita diminta untuk memberikan kasih dengan ikhlas, tanpa

mengharap bahwa orang lain melakukan sesuatu seperti yang kita inginkan.”

Sungguh kasih yang indah, dan memang akan ada banyak tantangan untuk bisa

mewujudkan kasih itu. Namun, Romo kembali mengingatkan, bahwa orang kudus pun

bukanlah orang yang tidak pernah berbuat dosa. Orang kudus atau orang suci adalah orang-

orang yang sekalipun jatuh dalam dosa, tidak pernah berhenti untuk bangkit dan berusaha

berbuat baik.

Ada satu lagi pengalaman menarik yang saya alami ketika doa Pencurahan Roh Kudus.

Awalnya pada saat Pencurahan Roh Kudus pada malam ketiga, saya seperti tidak merasakan

apa-apa. Namun, saya tetap percaya bahwa Roh Kudus memang sungguh telah dicurahkan

kepada saya, sekalipun mungkin waktu itu saya belum bisa merasakan perbedaannya.

96 | P a g e

Secara fisik memang tidak ada perubahan yang saya rasakan. Ketika teman-teman saya

mengalami resting, merasa dingin, lemas...saya tidak merasakan apa-apa. Hanya ada

sesuatu yang memang saya rasakan, bukan secara fisik, saya merasa sangat bersukacita dan

begitu bersemangat memuji Tuhan. Nah, keesokan harinya sebelum perayaan Ekaristi hari

terakhir, saya datang ke kapel dan menunggu perayaan Ekaristi dimulai. Waktu itu, entah

kenapa saya merasa begitu bersukacita. Saya tersenyum setiap kali melihat orang di kapel,

termasuk salah seorang suster yang menjadi konsultan saya ketika Retret. Tiba-tiba saya

merasakan kehangatan di pinggang dan punggung saya. Saya tidak tahu darimana asalnya,

tetapi yang jelas waktu itu udara juga tidak hangat. Waktu itu saya pikir, mungkin ini juga

salah satu tanda dari Roh Kudus. Kemudian ketika pada akhir perayaan Ekaristi kami

didoakan oleh para suster lagi, saya kembali merasakan kehangatan itu pada bagian

belakang leher saya. Setelah saya renungkan, saya pun berpikir, Tuhan pasti mengetahui

karunia terbaik untuk diri saya. Tuhan mungkin belum mengaruniakan bahasa Roh untuk

saya, tetapi Ia memberikan karunia yang lain. Saya pun merasa bahwa Tuhan ingin

menunjukkan kepada saya bahwa jika saya tetap setia dan percaya kepadaNya, Ia pun akan

memberikan tandaNya kepada kita.

Demikian sedikit sharing yang bisa saya bagikan. Yang jelas, pengalaman mengikuti Retret

awal di Tumpang adalah pengalaman iman yang sangat indah dan menyejukkan jiwa. Terima

kasih Yesus, terima kasih. Terpujilah namaMu senantiasa dan semoga setiap lidah pun tak

henti memuji dan memuliakanMu, Tuhan. Amin. AMDG.

97 | P a g e