Warisan
Bapak saya seorang guru SD. Sekian lama bekerja, yang menggunung akhirnya justru utang. Utang di koperasi, utang di bank, utang di kenalan. Semua dilakukan bukan karena mengejar harta bergerak. Beliau lakukan itu untuk mencukupi biaya sekolah anak-anaknya.
Apakah biaya sekolah saat itu mahal? Tentu saja tidak. Saya ingat, SPP kuliah saya per semester tahun 1995 hanya sekitar 150.000 rupiah. Itu bertahan sampai saya lulus. Sedangkan biaya sekolah tiga orang adik saya tidak sampai 100.000 rupiah perbulan. Sementara gaji bapak waktu itu sudah 1,5 juta rupiah. Lantas, mengapa biaya yang sangat murah itu tidak bisa dikover bapak? Setelah saya pikir-pikir, ternyata karena hampir 2/3 gaji bapak habis untuk membayar utang. Anda tentu masih ingat gambaran kondisi kehidupan guru di era Orde Baru, kan?
Nah, menyikapi keadaan ekonomi yang mencekik leher itu, bapak menekankan satu hal pada kami. Beliau berpesan, “Bapak dan ibu tidak bisa meninggalkan warisan harta, nak. Tapi mumpung bapak masih sanggup membiayai sekolahmu, belajarlah dengan tekun. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Mengapa? Karena ilmu lebih tinggi nilainya daripada harta. Jika kamu memiliki ilmu, kamu akan tahu cara mendapatkan harta. Ilmu pun tidak pernah berkurang, bahkan bisa bertambah. Ini berbeda dengan harta yang dapat hilang sewaktu-waktu.” Nasihat itulah yang terus ditanamkan agar anak-anaknya mau belajar dengan tekun.
Nasihat bapak tadi mengingatkan saya pada salah satu mutiara kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. Suatu ketika beliau ditanya tentang perbandingan ilmu dan harta. Menurut menantu Rasulullah saw ini, “Ilmu lebih utama daripada harta.”
Apa kelebihan ilmu dibandingkan harta? Ada beberapa kelebihan ilmu yang diuraikan Sayyidina Ali. Namun yang membekas di benakku ada dua. Pertama, ilmu akan bertambah ketika dibagikan pada orang lain. Anda tahu cara membuat blog yang bagus. Ketika Anda berbagi ilmu tersebut dengan orang lain, pemahaman Anda tentang pembuatan blog yang baik akan bertambah.
Sebaliknya, harta akan berkurang ketika dibagikan pada orang lain. Simpel saja. Anda punya 10.000 rupiah. Ketika Anda belikan dua batang es krim buat keponakan Anda, uang Anda pasti berkurang jumlahnya.
Selain itu, ilmu akan menjaga diri kita. Orang yang berilmu akan selamat dalam menjalani kehidupan. Sedangkan harta menuntut kita menjaganya siang malam. Tidak percaya? Coba Anda tinggal handphone Anda di pinggir jalan. Dalam waktu 5 menit, sangat mungkin Anda tidak lagi menemukan barang kesayangan Anda di tempat itu.
Bapak tidak berhenti sebatas memberi nasihat saja. Secara rutin, bapak meminjam buku dan majalah dari sekolah. Waktu itu, majalah yang dilanggani sekolah hanyalah si kuncung dan ceria. Di rumah, buku dan majalah itu menjadi oleh-oleh yang sangat menggembirakan hati. Kalau sudah mendapat bacaan baru, sambil makan pun saya terus membacanya. Ibu sering menegur saya karena kebiasaan tadi.
Bapak juga seorang pencerita yang baik. Beliau sering menceritakan pengalaman unik yang dialami hari itu. Bercerita semacam ini tidak selalu beliau lakukan saat menjelang tidur. Kadang kala ketika selesai makan malam bersama atau pada saat memperbaiki pagar rumah yang bolong. Biasanya, bapak akan meminta pendapat kami atas kejadian yang dikisahkan. Bagi bapak, tidak ada pendapat yang salah walaupun terasa naif. Itu bentuk pembelajaran untuk percaya pada diri sendiri dan untuk menghormati orang lain. Selanjutnya bapak akan menggarisbawahi hikmah yang menurut beliau penting kami ketahui.
Cara mengajar seperti itu begitu berkesan bagi kami, anak-anaknya. Tanpa terasa, cukup banyak nilai dan norma yang beliau sosialisasikan pada kami. Tentang ibadah, tentang muamalah, juga tentang etiket meng-hormati orang tua. Bapak juga sering mengajak kami introspeksi tentang keadaan keluarga. Dari sini diharapkan anak-anaknya dapat bersikap tepat terhadap kondisi kami waktu itu. Sungguh indah kenangan yang beliau sapukan dalam mengukir jiwa raga kami.
Sekarang, bapak sudah kembali ke hadiratNya. Alhamdulillah, beliau telah melunasi semua utang tersebut. Walau sudah mengikhlaskan kepulangan Bapak, kami sekeluarga tetap merasa kehilangan.
Memang beliau tidak mewariskan harta. Tetapi bapak menanamkan arti penting ilmu bagi hidup kami. Beliau pun telah menunjukkan jalan yang tepat ditempuh.
Kini, setiap anaknya tengah berjuang mendapatkan ilmu-ilmu yang berguna bagi kehidupan. Saya yakin kehidupan ini sekolah yang terbaik. Sampai nanti, saya terus belajar dan memunguti hikmah yang berceceran di antara langkah yang saya ayunkan. Mutiara kehidupan inilah yang akan saya tahtakan pada jiwa anak saya. Bagaimana dengan Anda? Warisan apa yang Anda siapkan bagi anak Anda?