Tunai atau kredit?
Lebih baik beli tunai daripada kredit. Itulah yang diyakini istri saya saat akan mencari barang bergerak yang diperlukan. Mengapa? Katanya, barang yang dibeli tunai itu sudah sah menjadi milik kita. Sementara barang yang dibeli secara kredit, statusnya belum sah menjadi milik kita. Kita hanya memiliki hak pakai sampai barang itu lunas. Ketika kita melakukan kredit barang, sewaktu-waktu barang bisa diambil kembali oleh pemiliknya. Seperti halnya barang sewaan. Jika kita dianggap wanprestasi, pemilik dapat menarik barang itu tanpa memberi ganti rugi atas biaya yang telah kita keluarkan selama ini. kita tidak memiliki landasan kuat untuk mem-pertahankan barang tadi.
Hal ini juga berarti kita tidak bebas memperlakukan barang kreditan. Misalnya kita butuh dana segera. Jika yang kita punya itu barang yang dibeli dengan kontan, kita bisa menjualnya kepada orang lain. Akan tetapi, jika yang kita miliki itu barang kreditan, kita terpaksa cari cara lain untuk mendapatkan dana tadi. Kemungkinan besar berhutang kepada saudara atau teman. Nah, akhirnya kita justru menggali lubang baru untuk menutup lubang lainnya. Kondisi semacam ini tentu tidak kita inginkan, bukan?
Penjelasan tersebut membuatku berpikir setiap kali akan mengambil tawaran kredit. Padahal di kantor sepanjang waktu ada penawaran barang secara kredit. Barangnya pun beragam. Dari sepeda onthel, laptop, sampai hape. Nah, yang terakhir ini sepeda motor yang ditawarkan. Konon, harganya lebih murah daripada harga di pasaran. Kita boleh tidak membayar uang muka (DP 0 rupiah), dengan masa angsuran 3 tahun menurun. Pantaslah banyak teman yang tertarik.