Dongeng Sebelum Tidur by tammi prastowo - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

 

Hari Ini Istimewa Bagi Kami

            “Selamat hari jadi, Yah.” Senyum manis terlukis di wajah cantik itu. Binar kebahagiaan memancar dari matanya yang indah. Saya pun berusaha memberikan senyuman setulus hati bagi wanita yang setia bersama membangun mahligai rumah tangga.

            Ini memang hari istimewa bagi kami. Enam tahun yang lalu kami mengikat janji untuk menyempurnakan separuh agama. Tanggal 3 Agustus 2005 jatuh di hari Rabu. Kini tanggal dan bulan yang sama jatuh pula pada hari Rabu. Di pekan pertama bulan Ramadhan pula. Sungguh suatu kebetulan yang sangat indah untuk dikenangkan.

            Pikiran saya mencoba menyusuri kembali jejak perjalanan kami berdua. Hubungan ini berawal dari keisengan teman mengenalkan saya lewat telepon. Saat itu teman saya bekerja di tempat yang sama dengan gadis itu. Upaya saling mengenal pribadi masing-masing kami lanjutkan via email dan handphone. Inilah sarana yang kami pilih untuk mendekatkan jarak ratusan  kilometer antara Jakarta dan Klaten. Pemikiran yang dia lontarkan dalam sejumlah obrolan semakin memantapkan niat saya unuk menikah dengannya. Saya merasa telah mendapatkan jawaban atas doa yang sekian lama saya mohonkan kepada Allah swt.

            Sejumlah peristiwa menghiasi perjalanan rumah tangga kami. Satu persatu harapan kami dipenuhi oleh Allah. Alhamdulillah, Allah swt. menitipkan seorang putra guna mendewasakan kami. Tingkah polah, keceriaan, serta sikap cerdas Dzaky menghiasi  rumah kami yang sederhana. Walaupun Dzaky masih anak-anak, kami berusaha memosisikan dia sebagai pribadi utuh. Dengan sepenuh hati, kami berusaha mengolah potensi yang Dzaky miliki. Namun bukan berarti kami memanjakan anak. Ketika harus bersikap tegas, sedapat mungkin kami sampaikan lewat bahasa cinta. Ternyata langkah sederhana itu mampu menghidupkan hati Dzaky. Sikap empati selalu dia tunjukkan kepada teman tatkala bermain. Dzaky juga tidak segan meminta maaf jika berbuat salah.

            Peristiwa 24 Desember 2010 menjadi ujian kedewasaan dalam keluarga kami. Selepas sholat Jumat, saya ditabrak orang dari belakang. Saya pun mesti menjalani operasi patah tulang kaki kanan. Selama belasan hari saya dirawat di rumah sakit. Istri sayalah yang selalu mendampingi saya.

Sikap tegar dia tunjukkan agar saya bisa melewati fase itu dengan sabar. Trauma berkendara harus dia kalahkan agar bisa tiba ke sejumlah apotek untuk menebus obat saya. Yang paling berat dirasakan ialah keharusan untuk meninggalkan Dzaky di rumah. Mengingat selama ini Dzaky selalu bersama ibunya. Ketika saya di rumah sakit, Dzaky hanya bertemu ibunya di pagi hari. Itupun hanya 2-3 jam. Untung ada nenek, bulik, dan Nada yang sengaja datang ke Klaten untuk menemani Dzaky. Kehadiran keluarga besar membantu anak saya segera menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan.

            Menginjak bulan kedelapan pasca kecelakaan, rutinitas belum berubah. Dengan menggunakan kruk saya melakoni aktivitas harian. Saya berangkat kerja membonceng teman. Sore harinya istri dan anak saya yang menjemput. Terapi mesti saya jalani sepekan sekali. Setiap bulan saya mesti memeriksakan perkembangan kesehatan pasca operasi. Ke mana-mana kami berboncengan motor bertiga.

            Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Itulah ungkapan yang paling tepat saya haturkan kepada Allah swt. Enam tahun mengarungi bahtera rumah tangga semakin menguatkan ikatan batin kami. Dari istri, saya belajar bersikap sabar dan optimis. Dari Dzaky, saya bertekad menjadi ayah yang layak diteladani. Dari orang-orang yang mencintai saya, saya belajar tentang keikhlasan pengorbanan. Sungguh sempurna skenario hidup yang Allah rancang bagi kami sekeluarga.