Dongeng Sebelum Tidur by tammi prastowo - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

 

Berburu Obralan Akhirat

Alhamdulillah, sudah sampai di hari ke-23 bulan Ramadhan 1432 h. Saya merasakan waktu berlalu begitu cepat. Tahu-tahu tinggal seminggu lagi Ramadhan ini. Padahal saya merasa belum optimal beribadah dalam satu bulan ini.

Ah, memang benar saran Rasulullah dulu. Di penghujung Ramadhan, Rasulullah dan para sahabat semakin mengetatkan ikat pinggang untuk beribadah. Fokus mereka hanya memanfaatkan semua sisa waktu untuk beribadah. I’tikaf di masjid menjadi agenda utama. Tilawah al quran menghiasi hari-hari mereka. Sementara shadaqah dan amal sholih lain dipebanyak. Semua tindakan itu dimaksudkkan untuk meraih keutamaan Ramadhan.

Umat muslim yang berilmu meyakini Ramadhan sebagai bulan obral ganjaran dan ampunan Allah. Keyakinan itu lahir dari fakta bahwa amalan ibadah di Ramadhan dilipatgandakan oleh Allah. Yang sifatnya sunnah bisa bernilai sebesar wajib bagi yang melakukannya. Apalagi ada malam lailatul qadr di sepertiga akhir bulan Ramadhan. Lailatul qadr ditegaskan Allah sebagai malam yang lebih bagus daripada seribu bulan. Artinya, setiap amal kebajikan yang dilakukan di malam itu akan diperhitungkan sebagai amalan yang dilaksanakan selama 1000 bulan. Bukankah ini suatu bukti mahamurah-nya Allah kepada umat muslim?

Namun pada saat ini keyakinan mayoritas umat muslim sudah berubah. Ramadhan dipandang sebagai bulan obral yang tepat untuk memuaskan nafsu materialnya. Lihat saja fenomena banjirnya penawaran dengan diskon besar-besaran di media massa. Semua barang atas nama gengsi ditawarkan. Smartphone dan busana mendominasi penawaran. Barang-barang tersier semacam inilah yang laris manis diserbu masyarakat.

Kita akan mudah menemukan orang-orang berjubel mengaduk-aduk keranjang diskon di supermarket. Sementara yang ingin tampil dengan gaya terbaru bergegas ke toko handphone atau dealer motor. Puncak acara belanja juga terjadi di sepertiga malam terakhir. Sayangnya, acara berburu obralan dunia menghabiskan waktu untuk berburu obralan akhirat. Naudzubillahi min dzalik.

Ya Allah, jangan engkau hanyutkan hamba pada kondisi tersebut. Kini hamba menemukan satu titik hikmah dari kondisi kami sekarang. Belum tentu kami akan bisa berpikir untuk optimal memanfaatkan sisa perjumpaan dengan Ramadhan jika keadaan masih seperti kemarin. Bisa jadi kami masih akan bergelut dengan agenda berburu kesenangan dunia menjelang Idul Fitri ini. Bismillah, kami akan berubah. Hidup kami akan kami optimalkan dengan ibadah dan upaya mendekat kepada-Mu, ya Allah.

***

Tahun lalu warga GTS menggelar tarawih di tengah jalan. Tahun ini kami bisa berjamaah tarawih di masjid Umbulharjo. Bahkan, beberapa di antara kami terlibat aktif dalam kegiatan takmir masjid selama Ramadhan ini. Dari pengamatan saya atas penyelenggaraan tarawih di masjid tersebut, saya menemukan sejumlah hal yang perlu dibenahi.

 Pertama, tentang tata cara sholat tarawih. Sholat tarawih di masjid itu dilaksana-kan dengan pola 4-4-3. Maksudnya, 8 rakaat sholat tarawih lalu ditutup dengan sholat witr 3 rakaat. Sejumlah rujukan hadits yang saya telusuri menunjukkan bahwa sholat tarawih semestinya dilakukan setiap 2 rakaat 1 kali salam. Bukan 4 rakaat dengan 1 kali salam. Menurut saya, takmir masjid perlu mengubah pola rakaat sholat tarawih agar sesuai petunjuk Rasulullah.

Kedua, minimnya penguasaan tajwid para imam. Ini dapat dilihat ketika mereka memimpin solat. Bacaan al quran mereka tidak dilandasi tajwid yang benar. Akibatnya keindahan bacaan quran tidak terpancar dari pelafalan mereka. Semestinya yang diminta menjadi imam sholat ialah mereka yang memiliki kemampuan membaca al quran dengan baik. Oleh karena itu  sebaiknya imam yang memimpin sholat itu tetap. Jika bergiliran, giliran berlaku di antara orang-orang yang mampu benar. Hal ini penting karena kemampuan imam membaca secara benar akan menumbuhkan kemantapan makmum.