Luminesca by Asr - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

XI – Terungkap

 

Eric menyilangkan tangannya menutupi wajah, tidak sanggup berkelit lagi dengan keadaannya yang payah. Sheraga melempar tabung-tabung alkimia berwarna merah, warna untuk ledakan.

Tapi seketika, selubung pelindung tipis terbentuk persis sebelum salah satu tabung menggapai batang hidungnya. Tabung-tabung yang bertabrakan dengan pelindung tersebut mengeluarkan efeknya, berupa ledakan beradius luas. Namun belum cukup untuk menghancurkan selaput sihir maupun melukai Eric.

Eric memalingkan wajah ke samping, Feorynch muncul dari balik batu besar. Dia mengacungkan tongkat sihirnya tinggi-tinggi.

“Cukup sudah!” raung Sheraga murka. “Kubunuh kalian semua sekaligus!”

Pria itu mencabut seutas kalung di leher menggunakan satu-satunya tangan yang waras. Bandulnya berupa tabung merah menyala berukuran agak besar dibanding yang dilotarkannya tadi. Eric paham pria itu tidak segan-segan melayangkan nyawa semua orang.

Tapi Feorynch merapal mantra, Ssh, imbacyliza!”

Terkena sihir, Sheraga terlempar cukup jauh dari tempatnya berdiri. Alkimianya yang bersentuhan dengan tanah berbatu menghasilkan ledakan yang teramat besar. Ledakan yang cukup untuk membunuh dirinya sendiri. Kecil kemungkinan baginya untuk selamat.

Eric menghadap Feorynch. “Kamu benar, dia mencoba memanfaatkan sesuatu dari kita,” lapornya.

Namun Feorynch tidak merespons. Dia mengitari sisa-sisa kehidupan Naga Logam, lantas menghampiri tempat di mana Tombak Api tergeletak, melewati Eric tanpa berucap sepatah kata pun.

Anak itu berlutut di samping Tombak Api, kemudian bicara sendiri, “Ssh, inikah senjata yang pernah mengutukmu, Ayah? Sesuatu yang telah lama membuatmu menderita? Ssh, tapi semuanya akan segera kuakhiri. Ya, ya, Ayah bisa bebas mulai saat ini.”

“Feorynch, apa maksudmu mengatakannya?”

Feorynch memiringkan kepalanya. “Ssh, menurutmu apa?” Dia balas bertanya dengan halus. “Semua sudah jelas, kan?”

Eric menggeleng kuat-kuat, berusaha menyangkal kenyataan yang berlangsung di depan matanya. “Feorynch, katakan bahwa semua ini mimpi. Katakan kamu sedang bergurau. Katakan padaku bahwa kamu tetap orang yang paling dekat denganku, bagaimana pun yang terjadi!”

“Ssh, setelah aku muncul seperti ini di hadapanmu, kamu masih mau memercayai-ku?” Feorynch memasang tatapan prihatin. “Eric, kamu sangat naif. Ya, ya, seingatku aku tidak pernah memiliki sahabat sebodoh dirimu!”

Kedua bahu Eric terkulai, dia jatuh berlutut. “Tapi, kenapa?”

“Ssh, kenapa? Itu pertanyaan menarik, ya, ya. Akan kujawab setelah kutuntaskan kewajibanku,” Feorynch berpaling ke samping. “Dionde, tahan dia!”

Dionde menampakkan diri. Wanita itu mengulurkan tangan, dan dari telapak tangannya terbit seberkas cahaya yang akhirnya menahan Eric.

“Dionde, kamu—“ Ucapan Eric terhenti karena Dionde juga mengatup paksa mulutnya. Sekarang, Eric hanya bergeming di tempat, bagai patung lilin.

“Aku mau kamu cepat menyelesaikan keinginanmu, Feorynch,” ujar Dionde penuh emosi. Dia menjatuhkan diri, kemudian menangis sesengukan. “Jangan buat semua orang menderita lebih lama!”

Feorynch menyeringai. “Ssh, tenang saja. Setelah aku membebaskan ayahku, aku akan menepati janjiku menghidupkan kembali kedua orangtuamu, ya, ya.”

Dia kembali pada niatnya semula. Diambilnya sebilah pisau dari balik jubahnya, lalu menorehkan luka pada pergelangan tangannya sendiri menggunakan benda itu. Dia membiarkan darahnya mengucur deras ke bawah, melumuri Tombak Api. Selanjutnya, Feorynch membentuk lingkaran di sekeliling Tombak Api dengan darahnya, lantas mendaraskan mantra panjang dalam bahasa yang tidak dikenali Eric.

Tak sampai sedetik, darah di atas tanah menggelegak. Mulanya sekadar meletup-letup kecil, namun kelamaan berubah menjadi pilar api. Pilar tersebut membubung ke atas, menembus awan kelabu. Feorynch melangkah mundur sambil tersenyum lebar.

Eric yang tidak bisa bergerak saja dapat merasakan sesuatu yang amat buruk tengah melanda seluruh dunia. Dari balik awan yang berlubang, kabut hitam menyeruak keluar dan melungsur turun. Ke tempat dari mana pilar api berasal. Kabut itu pun meresap ke dalam serpihan-serpihan tubuh Naga Logam, membuat semuanya bergerak dan berkumpul ke satu titik.

Eric terperangah. Sisa-sisa kehidupan Metta Dracunis tidak membentuk sesuatu yang besar, melainkan sesosok Manusia. Tapi sebagai gantinya, orang itu sangat menyeramkan. Kulitnya pucat, dengan proporsi wajah yang ganjil. Jauh lebih tidak hidup dari Feorynch. Rambutnya perak panjang, menjuntai sampai lutut. Seluruh bagian matanya semerah darah. Selayang pandang, dia terlihat seperti batas tipis antara tubuh tak bernyawa dan arwah penasaran. Eric tidak bisa membayangkan andai orang itu betul-betul bergerak.

“Ssh, selamat datang kembali, Ayah,” Feorynch membelai tangan ‘ayahnya’ tersebut dengan lembut. “Sekarang tinggal satu langkah lagi, ya, ya.” Dia berbalik dan hendak menuju Eric.

“Ssh, sesuai janjiku, akan kujawab alasan mengapa kamu terlibat sampai sejauh ini,” tutur Feorynch sambil melepaskan pengaruh sihir pada Eric. Eric langsung terjengkang, tidak dapat menahan keseimbangan.

“Ssh, pernah mendengar penyihir bernama Aglicus Lynch?”

Eric terdiam lama.

“Tepat sekali, ssh,” Feorynch berlutut di hadapan Eric. “Tidak ada yang mengenal dia, ya, ya. Keluarga Chambrelynn memang ahli dalam mengambil simpati publik. Ssh, aku yakin tak seorang pun mengetahui sejarah yang sesungguhnya.”

Eric tidak menanggapi apa-apa. Feorynch pun melanjutkan, “Berabad-abad lamanya aku menunggu, ssh, untuk dapat menemukan seorang Chambrelynn yang dapat kuperdayai. Bukan tugas yang mudah, ya, ya. Ssh, karena aku harus menunggu sampai tujuh generasi. Ya, maka jelas kamu-lah generasi yang ketujuh itu, walau bukan satu- satunya. Ssh, yah, aku hanya bersyukur aku bisa memisahkan dirimu dari Chambrelynn yang lain. Sehingga memudahkan tugasku.”

“Apa yang kamu bicarakan?” tukas Eric. Terlibat pembicaraan seperti ini membuat pikirannya semakin kalut. “Aku tidak mengerti apa pun yang kamu katakan sejak awal!”

Feorynch tertawa pendek. “Ssh, astaga! Aku lupa memberitahumu. Ya, ya, pertama-tama kamu keliru. Aku bukan bocah gila seperti dalam pikiranmu, ssh. Aku telah hidup selama lebih dari lima ratus tahun. Ssh, sepanjang hayatku mencari-cari Chambrelynn dan berpura-pura hidup di antara mereka.”

“Jangan berputar-putar!” hardik Eric. “Kamu menggiringku ke dalam masalah yang bahkan aku sendiri tidak mengetahuinya!”

“Ssh, kamu benar, sebaiknya langsung kuberitahu satu-satunya hal yang dapat dicerna otak bebalmu itu,” Feorynch menghela napas dalam-dalam. “Ssh, barangkali Elisca sudah mati bahkan sejak hari pertama ayahku menculiknya, karena dia menjatuhkan anak itu di tempat berbahaya yang dipenuhi iblis. Aku yang menyiapkan skenario agar kalian pergi ke kota, agar ayahku dapat muncul di sana sekaligus menghancurkan seluruh kota.

“Aku dan Dionde yang mengatur perjalanan ini supaya terjadi, ssh. Aku juga yang ditemui si bodoh Sheraga sewaktu berada di Vranwynn. Dan malah, ssh, aku tidak perlu menggunakan sihirku untuk memengaruhimu. Ssh, kamu juga tidak bertanya-tanya sama sekali bagaimana adikmu masih dapat bertahan hidup setelah melalui waktu berbulan-bulan. Iya, kan? Ssh, aku sangat bahagia akhirnya menemukan seorang Chambrelynn yang begitu polos dan dungu sepertimu.”

Eric mengepalkan jemarinya, siap menyerang. “Kenapa kamu melakukannya?” tanyanya lirih. Suaranya tercekat.

“Ssh, kenapa? Tanya pada leluhurmu di alam baka!” teriak Feorynch, lalu tertawa sejadi-jadinya. “Ya, ya, dengan Tombak Api keluarga Chambrelynn telah memperalat seluruh Luminesca. Dengan senjata itu kalian bersandiwara menjadi pahlawan,” Tawanya memudar ketika dia melanjutkan, “Ssh, dan dengan itu pula Eclausus Chambrelynn mengutuk ayahku menjadi Metta Dracunis. Ya, ya, dia juga menyebar mitos palsu tentang makhluk yang dapat mendatangkan bencana. Padahal itulah ayahku, ssh. Apa yang akan kamu perbuat jika ayahmu sendiri, Eleanor Chambrelynn, yang berada di posisi semacam itu? Ssh, katakan padaku, BAGAIMANA PERASAANMU JIKA HAL ITU TERJADI PADA AYAHMU, ERIC CHAMBRELYNN?!”

Eric menggigit bibirnya. “Tentu aku takkan menjadi seorang pendosa sepertimu. Demi tujuanmu, kamu sanggup mengorbankan banyak nyawa. Kamu menebar penderitaan bagi penduduk Luminesca! Barangkali ada begitu banyak yang mengalami rasa sakit yang jauh lebih parah daripada yang kamu dapat. Tapi, mereka rela menerima semua itu tanpa sekalipun berniat menentang takdir!”

“Ssh, itu karena mereka lemah,” desis Feorynch. Dia menjauh dari tempat Eric. “Ya, ya, dan asal kamu tahu, aku punya kabar bagus untukmu. Kamu pernah mengatakan ayah dan ibumu mati dalam tugas, iya, kan?” Dia melirik senang ke belakang.

Eric terenyak, ulu hatinya seakan terinjak. Amarahnya mulai tersulut. “Apa kamu terlibat dengan peristiwa itu?!”

“Ssh, tentu saja,” Feorynch menggoda. “Aku pernah menjadi sahabat mereka juga, sama seperti aku denganmu sekarang, ya, ya. Aku berusaha membawa mereka ke sini, tetapi mereka terlalu gegabah dan rapuh, ssh.”

“KETERLALUAN!!!” Eric berhambur ke depan, gelap mata. Tidak ada hal yang dipikirkannya saat ini selain membunuh Feorynch, bagaimana pun caranya. Dia melayangkan pukulan dan tendangan, Feorynch menerima semuanya tanpa rebah sekali pun. Namun tatkala jatuh serangan yang kesekian kali, dia menangkap tangan Eric.

“Ssh, darah Chambrelynn membuatmu dapat menyentuh Tombak Api tanpa terluka,” Feorynch terkekeh. “Ya, ya, dan sekali lagi, aku membutuhkan darah itu untuk menyempurnakan kebangkitan ayahku.” Sontak, dia menarik lengan Eric, mengirisnya dengan sayatan panjang.

Eric mengerang, dan dengan cepat menguasai diri. Feorynch mendapat banyak darah, kunci untuk menyelesaikan ritualnya. Eric tidak bisa membiarkan orang itu mencapai keinginannya. Dia harus bertindak.

Tapi tiba-tiba saja, sekelebat sinar meluncur dari belakang Eric, mengarah pada Feorynch. Kilatan tersebut mementalkan pisau yang digenggamnya. Dengan gusar, Feorynch berbalik.

“Takkan kubiarkan kamu melancarkan niatmu!” sergah Dionde. Dia tengah memapah Sheraga yang setengah sadar. Sekujur tubuh pria itu dipenuhi bekas-bekas luka, tapi dia bernapas. Eric lega Dionde telah menyembuhkan Sheraga, termasuk tangannya yang melepuh, sebelum benar- benar terlambat.

Dionde membaringkan Sheraga. Tanpa peringatan, dia kembali menyerang dengan sihirnya. Wanita itu berhasil menguasai pertarungan. Feorynch terpojok, dan satu-satunya penjelasan masuk akal untuk hal itu adalah akibat dari sihir pembangkitan yang dilakukannya.

“Ssh, jadi kamu memutuskan untuk membelot?” Feorynch tersenyum.

Dionde membalas, “Aku sadar pada akhirnya aku takkan bisa mengubah apa yang digariskan padaku. Orangtuaku telah tiada. Sekalipun mereka kembali semua takkan berjalan seperti dulu lagi!”

Lalu wanita itu menghajar orang di depannya kuat- kuat. Feorynch jatuh terjerembap. “Feorynch, atau siapa pun dirimu, keputusan untuk membuat kesepakatan denganmu merupakan penyesalan terbesarku seumur hidup. Tapi mungkin aku bisa menghapus sebagian kesalahanku dengan membunuhmu!”

“Ssh, aku telah mengizinkanmu melampiaskan amarah padaku, itu hadiahmu karena telah membantuku,” Feorynch bangkit berdiri, seraya menyeka darah di ujung bibir. “Ssh, tapi semua akan berakhir! Kalian, dan seluruh Luminesca harus menerima balasannya, ya, ya!”

Feorynch sedetik kemudian telah berpindah ke belakang Dionde. “Ssh, dan terutama kamu,” Dia mengayunkan tongkatnya dan menggerakkan bibir tanpa suara.

Hampir sesaat setelah Feorynch selesai dengan mantranya, Dionde jatuh tak sadar– kan diri. Setelah itu, Feorynch berpaling untuk mengambil kembali pisaunya. Eric tidak bisa berbuat apa-apa saking terpukulnya. Kedua kakinya seolah tertambat di tanah, tidak bisa diajak bekerja sama. Kini Feorynch hanya tinggal selangkah dari tujuannya.

“Ssh, Eclausus Chambrelynn,” sebut Feorynch dengan jijik. “Ya, ya, semua yang berhubungan denganmu akan kuhancurkan. Ssh, termasuk para pengikut dan pemujamu.”

Sekali lagi, merapalkan mantra panjang. Lambat- lambat, sesuatu terbentuk dari udara kosong di sekitar orang yang dipanggil Feorynch sebagai ayahnya—seutas rantai yang nyaris tak kasat mata. Tidak! Bukan hanya satu, tetapi puluhan. Semakin lama rantai-rantai tersebut kian jelas terlihat, membelenggu sosok tak bernyawa di depan Feorynch. Itu menjelaskan mengapa orang itu tetap dapat berdiri sejak awal.

Dengan pisau bergelimang darah, Feorynch memutus rantai-rantai tersebut. Sosok itu, Aglicus Lynch, menghirup udara begitu rantai terakhir putus.

“Deofrych...” panggilnya pada Feorynch. Sontak kedua mata merahnya melebar, seolah kelopaknya masuk ke dalam rongga.

Eric bergidik. Suara yang keluar dari orang itu tidak terdengar seperti suara Manusia, melainkan sesuatu yang amat tua dan jahat. Seluruh bagian tubuh si penyihir seakan memancarkan aura mematikan.

“Ssh, selamat datang kembali, Ayah,” sambut Feorynch, lantas menyerahkan tongkat sihirnya pada Aglicus.

Aglicus menggerakkan tangannya yang kaku, tetapi lama-kelamaan menjadi leluasa. Dia mengayunkan tongkat sihir Feorynch, yang tanpa mantra sekalipun dapat mengeluarkan serentetan cahaya. Seluruh Lembah Valatia dihujani ledakan, padahal Eric paham penyihir itu baru mencoba-coba.

“Ssh, itu memang tongkat sihirmu,” Feorynch memberitahu. “Aku menjaganya selama ini, ya, ya.”

“Eclausus...” geram Aglicus. “Di mana penjahat itu?”

Feorynch melirik Eric. “Ssh, Eclausus telah lama mati. Ya, ya, pemuda itu adalah keturunan ketujuh darinya. Ssh, tapi Ayah tidak perlu cemas. Karena anak itu tidak bisa apa-apa. Dia bahkan belum menguasai sihir keluarganya sama sekali, ssh.”

“Bunuh dia!” bentak Aglicus.

Feorynch melerai. “Ssh, jangan! Ya, ya, biarkan dia hidup. Walau dia seorang Chambrelynn, ssh, dia dapat menerima keadaanku yang begini. Dia juga memercayaiku. Ssh, dia... adalah temanku.” Dia memandangi Eric dengan sungguh-sungguh.

“Lagipula, ssh, yang seharusnya menerima balasannya bukan dia,” lanjut Feorynch. “Raja Luminesca yang sekarang pun berdarah Chambrelynn, ya, ya. Ssh, dia bersenang-senang di atas penderitaanmu. Dia yang melestarikan cerita-cerita tidak benar mengenai dirimu, Ayah.”

Aglicus menyalak, “Kalau begitu pertemukan aku dengannya.”

“Ssh, tentu saja.” Dengan sekali sapuan tangan, sosok Feorynch dan Aglicus perlahan-lahan menghilang dari pandangan. Bagai ditiup angin.

Eric hanya bisa termangu di tempat. Semua harapan—bahkan mungkin saja kehidupannya—hancur berkeping-keping. Akibat dari tindakannya yang tanpa pikir panjang, banyak orang yang menanggung imbasnya. Dia menyesal tidak berpikir lebih dahulu sebelum mencuri Tombak Api, simbol kerajaan Luminesca. Tidak mengindahkan gagasan-gagasan Sheraga yang mengarahkannya pada akal sehat.

Dan apa yang kudapat? Eric bergelut dengan batinnya. Elisca telah tiada!

Bukan hanya itu, dia pun telah kehilangan Feorynch sebagai sahabatnya. Mengetahui pula bahwa anak itu, atau siapa pun dia, adalah dalang di balik kematian kedua orangtuanya. Dan sekarang, dia dan Aglicus berencana memorak-porandakan Luminesca.

“Erlacius!”

Suara seorang wanita memutus renungannya. Eric mendongak, Martha Alezandeia berdiri di bagian lembah yang lebih tinggi. Tapi yang lebih penting, ada hal lain yang dibawa wanita itu. Eric mengerjap, tidak bisa menggambarkan betapa bahagia perasaannya saat ini. Hatinya yang membeku seakan luluh seketika.

Elisca berdiri di samping Martha Alezandeia. Dan dia baik-baik saja.