Eric menghela napas dalam-dalam saat Fyra Dracunis mengarungi malam di atas wilayah Avratika. Naga Api membawanya dengan kecepatan tinggi. Namun oleh karena suatu sebab yang belum dipahami Eric, tidak seorang pun yang berada di atasnya terkena dampak dari tekanan besar udara.
Sheraga memecah kebisuan yang telah lama menghinggapi semua orang, “Maaf atas perilaku dan kata- kataku, Eric. Aku benar-benar tidak bisa mengendalikan diriku waktu itu.”
“Tak apa,” jawab Eric tanpa menoleh. “Aku juga sama bersalahnya.”
“Aku tahu ide-ideku sering kali tidak sesuai,” kata Sheraga. “Tapi aku takkan pernah menikam tangan yang telah memberiku tempat tinggal, serta sebuah keluarga. Ya, aku hanya sebisa mungkin mencoba untuk membalas budi. Yaitu dengan memperingatkanmu. Sayangnya ular itu...” Eric mendengar Sheraga menggeram.
“Sejak awal, aku sudah dapat mengendus aroma pengkhianatan,” lanjut Sheraga dengan suara meninggi. “Namun aku sama sekali tidak pernah memperhitungkan apa saja yang mungkin ular itu lakukan. Dia memang sangat kuat, dan bukan Manusia.”
Bukan Manusia, ulang Eric dalam hati. Tanpa disadari, tangannya terkepal. Selama bertahun-tahun, dia hidup seatap dengan seorang keturunan penyihir jahat berusia lebih dari lima abad. Anak Metta Dracunis, musuh keluarga Chambrelynn. Eric miris mengingat orang itu pernah berpesan kepadanya untuk tidak mudah memercayai siapa pun.
Baru beberapa menit berselang ketika Naga Api memasuki kawasan hutan berawa. Tak terasa mereka telah kembali ke kerajaan Luminesca. Eric mengenal betul jenis- jenis tetumbuhan dan peri-perinya yang melayang-layang di atas hutan.
“Ke mana tujuan kita, Eric?” tanya Elisca.
“Tentu saja ke Aphra,” jawab Eric setengah berteriak.
Sheraga menentang langsung. “Untuk apa? Sudah jelas, kan, ular itu sedang merencanakan penghancuran Ibukota. Mengancam keselamatan Raja. Kenapa kamu memutuskan pergi ke Aphra?”
“Soal itu, aku bermaksud mengembalikan Tombak Api ke tempat asalnya.”
“Gila!” sembur Sheraga seraya menghampiri Eric, dan membalik badannya. “Lantas bagaimana kita menyelamatkan Dionde? Bagaimana kita mengalahkan Feorynch jika senjatanya kamu serahkan?!”
Eric menarik kedua sudut bibirnya ke atas. “Aku sudah memikirkan semuanya masak-masak,” tandasnya dengan yakin. “Penyihir bernama Aglicus Lynch, hak untuk meng-hancurkan dia ada di tangan anggota keluarga Chambrelynn yang lain. Sedangkan, kita tidak membutuhkan Tombak Api untuk mengalahkan Feorynch. Saat ini, aku hanya memperkirakan satu tempat baginya untuk didatangi.”
*
Eric dan rekan-rekannya turun dari punggung Naga Api dan memijakkan kaki di pelataran hutan yang luas. Sheraga yang keadaannya telah membaik menyanggupi diri membopong Dionde di belakangnya. Ini adalah tanah lapang yang sama dengan perburuan terakhir Eric bersama Feorynch.
Menghindari perhatian orang-orang Aphra, Eric segera memerintahkan Fyra Dracunis kembali ke Istana Luminesca dan mengubah bentuk menjadi Tombak Api, kemudian menempatkan diri di tangan patung tempat Eric mencurinya. Makhluk itu pun melesat ke atas, meninggalkan Eric dan lainnya, berujung munculnya ketidaksetujuan dan rasa sebal pada wajah Sheraga.
Sebelum menyuruh yang lain beranjak ke Aphra, terlebih dulu Eric pergi ke satu bagian hutan. Dia ingat pernah menyimpan cadangan busur berikut dua tabung anak panah. Menemukan rumah pohon yang dicari, Eric memanjat naik dan mengambil semua senjata yang masih tersedia. Dia juga mendapati sebilah belati untuk Sheraga.
“Bawa Dionde ke paling ujung kota, untuk jaga- jaga,” ujar Eric. “Kemungkinan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan bisa besar.”
Sheraga menyipitkan matanya. “Aku masih belum mengerti kenapa kamu tetap bersikeras mendarat di sini.”
Eric menjawab jujur, “Aku punya firasat, Feorynch sedang berdiam di rumah. Untuk menghentikan Aglicus, terlebih dahulu kita harus mengalahkan Feorynch.” Dia menambah-kan kalimat terakhir dengan murung.
“Walau dia seorang Chambrelynn, dia dapat menerima keadaanku yang begini. Dia juga memercayaiku. Karena dia... adalah temanku.”
Dengan perkataan Feorynch terngiang di dalam benaknya, Eric dapat mulai memercayai langkah-langkah yang tengah ditempuhnya. Tidak ada yang akan terluka.
“Jadi kamu ke kota ini cuma berdasarkan insting?” Sheraga mendesis gemas, membuyarkan lamunan Eric. “Astaga! Aku sampai tidak sudi membayangkan bencana apa yang sedang menunggu Luminesca!”
Tapi setelahnya, pria itu tetap mengikuti rencana Eric. Dia memercayakan Dionde pada seorang kenalannya di Aphra, sedangkan Elisca bersedia menjaga dan menemani Dionde. Berikutnya, Eric dan Sheraga bergegas ke rumah mereka.
Keadaan di Aphra tidak jauh berbeda dibanding tengah malam Eric meninggalkan-nya, beberapa bulan silam. Dia hampir-hampir ragu atas intuisinya, tapi begitu memasuki gugusan pohon-pohon yang mengiringi langkah menuju rumahnya, dugaan Eric lekas terbukti.
Seorang berjubah hitam berdiri membelakangi Eric. Rambut panjangnya yang berwarna keperakan berkibar tertiup angin. Dan tampaknya, Feorynch sedang menatap kolam ikan yang kosong.
“Ssh, sudah kuduga kamu akan menyusulku secepat ini,” ujar Feorynch. “Ya, ya, walikota Althenna yang kubiarkan hidup itu bukan pengguna sihir biasa. Aku tidak bisa mengendus pergerakannya, ssh.”
Sheraga sudah hendak menyergah dan menerjang Feorynch, namun Eric merentang-kan sebelah tangannya. Eric maju beberapa langkah ke depan, hingga berada sangat dekat dengan Feorynch.
“Ssh, apa maumu?” tanya Feorycnh.
“Aku paham kebencianmu telah terkumpul sedemikian dalam,” balas Eric setenang mungkin, walau dalam benaknya sendiri masih tersisa kekecewaan. “Tapi pikirkan lagi, semua tindakanmu akan ikut menyeret orang- orang yang tidak terlibat ke dalam masalah keluarga kita. Aku bisa merasa, meski kamu mengatakan ingin membalas dendam pada semua orang, kamu tidak sungguh-sungguh mengucapkannya dari dalam hatimu.”
“Ssh, jadi kamu mau aku menghentikan apa yang kumulai?” Feorynch berbalik. “Ssh, jangan bodoh! Itu tidak mungkin kulakukan sekarang! Lagipula, ssh, aku tidak membiarkanmu mati supaya kamu berubah, Eric! Ya, ya, aku ingin agar kamu mengubah sifatmu itu! Dunia terlalu kejam dan tidak adil, ssh, waktu akan menyingkirkan orang- orang yang memandang kehidupan dengan cara sepertimu!”
Mendengarnya, Sheraga yang sedari tadi diam mulai bertindak. “Cukup! Aku tidak tahan lagi!”
Dia menerjang maju sambil menghunus belatinya. Namun, Feorynch mengelik dengan mudah. Sheraga nyaris tercebur ke dalam kolam andai dia tidak menyeimbangkan tubuh dengan kakinya. Tak menyerah, dia berputar dan menyarangkan tendangannya. Kali ini, Feorynch menangkap satu kakinya.
“Ssh, ulat sampah,” desis Feorynch.
Seolah tanpa tenaga, dia melempar Sheraga ke rumah. Sebagian dinding kayu sampai hancur karena berbenturan dengan Sheraga. Pria itu mengeluarkan banyak darah, dan tidak bergerak lagi.
“Sheraga!” pekik Eric.
“Ssh, jangan lihat ke arah lain!” seru Feorynch. “Paraelicus!” Eric yang sudah beranjak menolong terseret kembali ke belakang.
“Apa yang membuatmu berpikir kamu sanggup menghalangiku, ssh? Kukira setelah kedatanganmu kemari, meski kamu tetap takkan bisa mengalahkanku, setidaknya akan ada sedikit perubahan padamu. Ya, ya, ssh, bahkan kamu melepaskan Tombak Api begitu saja. Lantas, bagaimana kamu membunuhku? Ssh, kamu pun ingin menyelamatkan Dionde, kan?”
“Aku tidak kemari untuk membunuh siapa pun!” teriak Eric. “Aku tak pernah berniat menyakiti siapa-siapa! Aku seorang pemburu iblis, maka aku bersumpah takkan melukai Manusia! Aku hanya ingin memintamu menghentikan ayahmu!”
Feorynch bergeming, tampak tidak tertarik. Kesunyian melanda tempat itu sampai lama, hingga tiba-tiba Feorynch sendiri yang memecahnya dengan tawa sedih.
“Ssh, jika itu prinsipmu, aku jelas telah salah membiarkan orang sepertimu tetap hidup.” Tatapan mata dwiwarnanya berubah. Dia tak lagi melihat Eric dengan pandangan mengasihani, melainkan tak segan lagi melenyapkannya.
“Jika pengertian iblis menurutmu adalah mereka yang telah kehilangan keyakinan dan harapan, ssh, maka bisa dibilang aku juga iblis! Ssh, fyraj!”
Tanpa tongkat sihir, Feorynch melancarkan serangan. Bola-bola api terbit dari telapak tangannya, dan meluncur ke arah Eric. Akan tetapi sihir itu berjalan lamban, Eric dapat menghindar sehingga api tersebut mengenai pepohonan di sekitar rumah. Sebelum Feorynch menyerang lagi, Eric sempat menembakkan dua anak panah sebagai balasan. Satu tembakan meleset, namun Feorynch tak luput dari panah yang lain. Tangan kanannya tergores cukup dalam.
“Kamu pun tidak sungguh-sungguh menyerangku,” kata Eric. “Kamu bukanlah apa yang kamu katakan.”
Feorynch tidak mengindahkan, dia kembali menyerang dengan api. Kali ini, sihirnya jauh lebih lemah dan lambat dibanding yang pertama. Dan di sela-sela perlawanannya, Eric mendapati wajah Feorynch kian memucat. Keletihan menghinggapinya, persis yang terjadi setelah perampokan Tombak Api. Dia takkan bertahan lama lagi.
“Menyerahlah, Feorynch!” seru Eric. “Aku tidak mau melukaimu lebih jauh!”
“Ssh, jangan sombong!” raung Feorynch. “Kamu tidak pantas merendahkanku hanya karena kekuatanku berkurang!”
Dia berlari sambil bibirnya bergerak merapal mantra. Digerakkannya telunjuk, naik-turun mengarah pada tanah. Dari balik lapisan tanah bersalju, pilar-pilar es setajam pedang menyeruak keluar. Tingginya sekitar tiga meter. Semuanya tertuju kepada Eric.
Eric lari sekuat-kuatnya, hingga keluar dari lingkungan rumah melalui gang. Namun, pilar-pilar es masih mengejarnya. Sihir Feorynch tersebut baru berhenti ketika salah satu pilar es berhasil merobohkan sebuah bangunan. Dan tidak sampai di sana saja, sihir Feorynch memancing keributan. Orang-orang Aphra satu demi satu memusatkan perhatian pada Eric.
“Hei, apa masalahmu?” tanya seorang pria yang tampaknya pemilik rumah, mengira Eric pelaku pengrusakkan. Beberapa bulan saja Eric meninggalkan rumahnya dan sebagian orang di Aphra tidak lagi mengenalnya.
Eric tidak menjawab, karena Feorynch dengan cepat menyusul. Dia menampakkan diri dari balik gang. Telapak tangannya terarah ke depan dan raut wajahnya kelihatan serius.
“Semuanya, lihat ini! Kayaknya bakal terjadi perkelahian!” ujar salah seorang yang berada di dekat Eric. Perkataannya malah mengundang lebih banyak kerumunan.
“Kalian semua berlindung!” teriak Eric.
Tidak ada yang peduli. Hingga Feorynch berkata lantang, “Ssh, furia flaraca!”
Kobaran api yang sangat besar timbul dari udara kosong di belakang Feorynch. Sihir itu tertuju pada Eric. Lagi-lagi, Eric dapat lolos. Namun api tersebut justru memicu kebakaran pada beberapa rumah. Warga Aphra sontak berhamburan, teriakan merebak dari tiap sudut. Walau demikian, ada beberapa orang memberanikan diri untuk turut melawan Feorynch. Semua menghunus senjata seadanya. Satu-dua dari mereka juga pengguna sihir.
Akan tetapi, tiba-tiba Feorynch berlutut. Dia terbatuk-batuk berat, dan mengeluar-kan banyak darah. Mengambil peluang, semua orang yang berada di situ hendak menyerang Feorynch beramai-ramai.
“Tidak!” larang Eric.
Tapi dia tidak perlu bertindak lebih jauh karena Feorynch memasang selaput sihir. Berduyun-duyun warga Aphra berusaha mendekatinya, namun mereka semua terpelanting.
Sekarang, tinggal Eric dan Feorynch berhadap- hadapan, terpisah hanya sepuluh meter jauhnya.
Feorynch bangkit berdiri. Kemudian tanpa berkata lagi, dan sambil membekap mulutnya, dia berpaling dan lari. Kelihatannya dia mencoba melarikan diri dengan sisa kekuatan sihirnya yang menipis.
“Mau kabur ke mana, Ular?!” Suara khas Sheraga membahana.
Eric menoleh. Sheraga, dengan wajah bersimbah darah dan masih mengenakan jubah Burung Api, mendadak muncul dengan kotak berisi tabung-tabung. Dia mengambil satu dan melemparnya tepat mengenai kaki Feorynch. Es mengerubungi Feorynch tanpa ampun, dan baru terhenti ketika menggapai pinggangnya.
Lalu Sheraga meletakkan kotak alkimianya di tanah, sebelum maju dan memukul wajah Feorynch keras-keras. Beberapa gigi Feorynch sampai rontok, tapi dia tidak melakukan perlawanan.
“Makan itu!” sembur Sheraga berang. “Itulah pembalasan atas perbuatanmu terhadap Dionde!” Dia berancang-ancang untuk mendaratkan pukulan lainnya.
“Jangan, Sheraga!” perintah Eric. “Kita tidak bisa menghentikan Aglicus Lynch kalau dia kehilangan nyawa,” tambahnya cepat-cepat, dengan asal.
Sheraga pun mengurungkan niat. Eric berkata, “Feorynch, hentikan ayahmu sekarang juga. Masalah keluarga kita, aku percaya Raja bisa menyelesaikannya dengan adil.”
“Ssh, lebih baik aku mati daripada memenuhi keinginanmu,” jawab Feorynch tenang. “Asal kamu tahu, Eric—oh, bukan, Erlacius Chambrelynn. Meski jiwaku terombang-ambing sekalipun, ssh, aku takkan pernah menyesal atas semua yang telah kujalani.
“Aku menunggu lebih dari lima ratus tahun, ssh, untuk saat ini. Aku melakukan semuanya bukan semata- mata karena kebencianku terhadap Eclausus dan keturunannya saja! Ya, ya, tapi fakta bahwa mereka memerintah kerajaan ini dengan tidak adil.”
“Jangan beralasan!” bentak Sheraga. “Kamu tidak lebih dari pembunuh massal berdarah dingin yang menjijikkan!”
Tapi Feorynch tidak mengacuhkannya. “Erlacius, ssh, tahukah kamu mengapa kerajaan ini dinamai Luminesca?” Dia menghela napas dalam-dalam. “Luminesca sebenarnya adalah musuh Eclausus Chambrelynn sendiri, Luminos Lynch. Ya, ssh, tidak banyak orang yang mengetahui hal itu. Karena Eclausus, sebagai pemenang, menghapus kebenaran itu dari sejarah.
“Pada era Perang Besar antara Avratika dengan kerajaan Batya, ssh, Luminos Lynch dan Eclausus sama- sama menjadi sekutu Batya yang terkuat. Ketika pada akhirnya Batya memenangkan pertempuran dan memerdekakan tanah ini, semua memperebutkan takhta. Ya, ya, dan selanjutnya sudah jelas. Eclausus melancarkan permainan kotor dengan menuduh Luminos bekerjasama dengan Avratika, dan pelan-pelan menyingkirkan semua keturunannya. Dan, apa balasannya? Ssh, dia cuma mengabadikan nama Luminos tanpa sama sekali pernah menyinggung tentangnya!”
Eric dan Sheraga terdiam. Feorynch melanjutkan, “Ssh, tapi beruntung aku dan ayahku selamat. Bahkan, ayahku sampai menjual jiwanya pada kegelapan demi untuk menumbangkan Eclausus. Lalu karena sebab itulah, ssh, Eclausus punya cukup alasan untuk menamatkan keluargaku. Sekarang, katakan padaku, siapa yang sebenarnya bersalah!”
“Kamu yang salah,” tandas Eric. “Pertentangan itu terjadi di masa lampau. Zaman sudah berubah dan kamu tidak bisa menyangkalnya. Tidak semua orang sama. Tidak seluruh Chambrelynn sesuai perkataanmu! Aku sendiri sebagai Chambrelynn tidak tahu menahu soal konflik itu. Selain itu, semua orang mencintai sang Raja. Tidak ada yang merasa dirugikan sebagaimana yang kamu katakan!”
“Ssh, oh, bagaimana dengan kebencian pribadiku?” Feorynch tertawa parau. “Kamu terlalu memikirkan orang- orang yang tidak ada kaitannya dengan kehidupanmu. Bagaimana jika sesungguhnya aku mengetahui kekejian Eclausus yang lainnya?”
Feorynch berkata lagi sebelum dibantah, “Ssh, ayahku menikahi seorang Chambrelynn, putri kedua dari Eclausus. Ya, ya, itulah ibuku. Dengan kata lain, ibuku adalah seorang Chambrelynn...”
Saat itulah Eric membeliak tidak percaya. Sebaliknya, Feorynch tak ambil pusing. “...tapi demi memuaskan ambisinya, Eclausus turut menyingkirkan ibuku. Apa itu kalau bukan ironi namanya, ssh, jika seluruh penduduk Luminesca bahkan telah memperlakukan Eclausus selayaknya Dewa! Ssh, orang yang lebih rendah dari iblis!”
“Apa pun alasan yang kamu punya, tindakanmu tetap tidak bisa dibenarkan,” tegas Eric sembari balas menatap Feorynch dalam-dalam. Feorynch benar dalam satu hal, mata kanannya hijau terang, sebagaimana yang dimiliki Eric. “Demi kebencian dari masa lalu, banyak orang yang menjadi korban. Tindakanmu itu apa bedanya dengan yang dilakukan oleh kakek moyangku?”
“Eric, jangan berlama-lama terlibat pembicaraan kosong!” Sheraga menyela. “Barangkali ular ini bercerita panjang lebar untuk mengulur waktu. Dionde masih belum sembuh dari kutukannya. Biar aku yang memberi napas terakhir untuk penipu macam dia!”
“Ssh, kamu tidak perlu melakukannya,” Feorynch menyeringai. “Ya, ya, sekarang masaku telah habis. Kini giliran ayahku yang mengenyahkan seluruh kebencianku. Ssh, Regulus sekalipun takkan mampu berdiri tegak di hadapannya!” Tiba-tiba, api kebiruan menyembur keluar dan membungkus dirinya. Lalu dengan cepat, menghanguskannya.
Tanpa perlu diberitahu, orang-orang Aphra yang sebelumnya sibuk memadamkan kebakaran perlahan berhimpun di sekeliling Eric dan Sheraga. Mereka bertepuk tangan dan bersorak, termasuk yang masih penuh luka.
Sebaliknya, Eric terenyak. Menyaksikan orang yang pernah menjadi satu-satunya sahabat itu berubah menjadi abu keperakan. Sebutir debu—sisa keberadaan Feorynch— tertiup ke arahnya, dan hinggap di bahunya. Seolah membisikkan padanya untuk segera bergegas ke Vranwynn.