Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA. by Deddy Rusdiana - HTML preview

PLEASE NOTE: This is an HTML preview only and some elements such as links or page numbers may be incorrect.
Download the book in PDF, ePub, Kindle for a complete version.

SUMBER HUKUM KEBIJAKAN PUBLIK

Istilah sumber hukum mengandung banyak pengertian. Hal ini disebabkan berkenaan dengan sudut pandang mana sumber hukum itu diartikan. Misalnya sumber hukum dilihat dari sisi filsafat tidak sama dengan sumber hukum dari sisi sejarah atau historis. Demikian pula pengertian sumber hukum dari sisi ekonomi tidak sama dengan pengertian sumber hukum dari sisi sosiologis.

Para ahli hukum menggunakan istilah sumber hukum dalam dua arti yaitu sumber hukum tempat orang- orang untuk mengetahui hukum dan sumber hukum bagi pembentuk undang-undang menggali bahan-bahan dalam penyusunan undang- undang. Sumber hukum dalam arti tempat orang-orang mengetahui hukum adalah semua sumber-sumber hukum tertulis dan sumber-sumber hukum lainnya yang dapat diketahui sebagai hukum pada saat, tempat dan berlaku bagi orang-orang tertentu. Untuk mencari sumber hukum berupa undang-undang, putusan hakim di pengadilan, akta, buku literatur hukum, jurnal. Sementara sumber hukum bagi pembentuk undang-undang untuk menggali bahan-bahan dalam

penyusunan

undang-undang

berkaitan

dengan

5

penyiapan rancangan undang-undang.

Dalam sistem hukum baik Eropa Kontinental maupun sistem hukum Angloxason, sumber hukum dibedakan atas dua yakni sumber hukum dalam arti materil dan sumber hukum dalam arti formal. Khusus dalam sistem hukum Eropa Kontinental lebih fokus pada sumber hukum dalam arti formal. Alasanya adalah sumber hukum formal berkaitan dengan proses terjadinya hukum dan mengikat masyarakat. Selain itu sumber hukum formal dibutuhkan untuk keperluan praktis yaitu aspek bekerjanya hukum.

Dalam sistem hukum baik Eropa Kontinental maupun sistem hukum Angloxason sumber hukum dibedakan atas dua yakni sumber hukum dalam arti materil dan sumber hukum dalam arti formal. Khusus dalam sistem hukum Eropa Kontinental lebih fokus pada sumber hukum dalam arti formal. Alasanya adalah sumber hukum formal berkaitan dengan proses terjadinya hukum dan mengikat masyarakat. Selain itu sumber hukum formal dibutuhkan untuk keperluan praktis yaitu aspek bekerjanya hukum. Sementara dalam sistem hukum Angloxason tetap melihat sumber hukum dalam dua pengetian di atas yakni materil dan formal. Dalam sistem hukum Angloxason, sumber hukum materil diartikan sumber berasalnya substansi hukum, sedangkan sumber hukum formal diartikan sebagai sumber 6

berasalnya kekuatan mengikat.

Hukum diperlukan agar kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan dapat memperoleh bentuk resmi yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan berlakunya untuk umum.

Karena hukum yang baik diperlukan dalam rangka pembuatan kebijakan (policy making) yang diperlukan merekayasa, mendinamisasi, mendorong, dan bahkan mengarahkan guna mencapai tujuan hidup bersama dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Di samping itu, dalam rangka pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut (policy executing), hukum juga harus difungsikan sebagai sarana pengendali dan sebagai sumber rujukan yang mengikat dalam menjalankan segala roda pemerintahan dan kegiatan penyelenggaraan Negara.

Dalam kenyataan praktik, baik dalam konteks pembuatan kebijakan (policy making) maupun dalam konteks pelaksanaan kebijakan (policy executing), masih terlihat adanya gejala anomi dan anomali yang belum dapat diselesaikan dengan baik selama 11 tahun pasca reformasi ini. Dari segi sistem norma, perubahan-perubahan telah terjadi dimulai dari norma-norma dasar dalam konstitusi negara yang mengalami perubahan mendasar. Dari segi materinya dapat dikatakan bahwa UUD

1945 telah mengalami perubahan 300 persen dari isi aslinya 7

sebagaimana diwarisi dari tahun 1945. Sebagai akibat lanjutannya maka keseluruhan sistem norma hukum sebagaimana tercermin dalam pelbagai peraturan perundangundangan harus pula diubah dan diperbarui.

Bentuk Hukum Kebijakan Publik

1. Kebijakan publik yang terkodifikasi adalah segenap peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah.

2. Pernyataan pejabat publik adalah pernyataan-pernyataan dari pejabat publik di depan publik, baik dalam bentuk pidato tertulis, pidato lisan, termasuk pernyataan kepada media massa.

Bentuk Kebijakan publik yang terkodifikasi (yang berupa peraturan perundang-undangan) sebagaimanadimaksud dalam Permenpan tersebut merupakan bentuk kebijakan publik yang positif atau dalam kategori kebijakan publik menurut Andersen adalah keputusan-keputusan kebijakan (policy decicions).

1. Bentuk Kebijakan publik berupa pernyataan pejabat publik sebagaimana dimaksud dalam Permenpan tersebut dalam kategori kebijakan publik menurut Andersen adalah sebagai pernyataan kebijakan (policy statements).

2. Menurut James Anderson, sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep 8

ini dirinci menjadi beberapa kategori.

a. Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), berupa desakan agar pemerintah mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan.

b. Keputusan kebijakan (policy decicions), keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik, termasuk dalam kegiatan ini adalah antara lain menetapkan undang-undang dan mengumumkan peraturan-peraturan administratif.

c. Pernyataan kebijakan (policy statements), pernyataan-pernyataan resmi yakni undang-undang, dekrit presiden, peraturan administratif, maupun pidato-pidato pejabat pemerintah yang menunjukan maksud dan tujuan pemerintah dan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

d. Hasil-hasil kebijakan (policy outputs), manifestasi nyata kebijakan ublik atau apa yang telah dilakukan oleh pemerintah.

e. Dampak kebijakan (outcomes), akibat-akibat kebijakan publik bagi masyarakat, baik yang

diinginkan atau yang tidak diinginkan yang berasal dari 9

tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah. (Anderson dalam Budi Winarno: 2002)

I.1. Hierarki Peraturan dan Strata Kebijakan Publik Norma hukum dapat lahir dan berlaku dalam masyarakat. Dalam norma hukum akan sangat berkaitan dengan hierarki norma hukum, baik yang dinyatakan oleh Hans Nawiasky ataupun Hans Kelsen. Juga teori norma

„berwajah ganda" yang dikemukakan oleh Adolf Merkel untuk menjelaskan keterkaitan antara satu norma dengan norma yang lain. Untuk memperkuat pemahaman tentang norma hukum, akan dipelajari pula teori-teori yang berkaitan dengannya, misalnya, pemahaman tentang jenis norma ditinjau dari sifat muatannya (abstrak atau konkret), dari subjek yang diatur (umum atau khusus), dan sebagainya.

Sebelumnya, perlu dipahami bahwa menurut Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Law and State, terdapat dua sistem norma yang meliputi:

1. Sistem norma statik adalah sistem yang melihat pada „isi"

norma. Menurut sistem norma yang statik, norma umum dapat ditarik menjadi norma yang lebih khusus, atau norma-norma khusus itu dapat ditarik dari suatu norma yang umum.

10

2. Sistem norma yang dinamik adalah sistem norma yang melihat pada berlakunya suatu norma dari cara

„pembentukannya" atau „penghapusannya".

Dalam ilmu Perundang-undangan yang dibicarakan adalah norma hukum sebagai salah satu norma yang dinamik, yaitu norma yang diterapkan berdasarkan siapa pembuatnya dan bagaimana penerapannya dikaitkan dengan norma-norma lainnya. Dalam konteks ini, norma hukum bersifat heteronom, yaitu muncul dari luar diri seseorang. Norma hukum dibuat oleh pihak penguasa, yaitu bidang legislatif. Hal ini berbeda dengan norma-norma lainnya yang cenderung merupakan kaedah otonom, yaitu berasal dari dalam diri seseorang. Selain itu, norma hukum dapat dilekati sanksi dalam rangka menjamin pemenuhannya. Sanksi ini dipaksakan dan dilaksanakan keberlakuannya oleh aparat negara. Norma hukum juga dibagi menjadi norma hukum tunggal, dan norma hukum berpasangan. Norma hukum tunggal adalah norma yang berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh suatu norma hukum lainnya, sedangkan norma hukum berpasangan adalah norma yang terdiri dari dua norma hukum, yaitu norma hukum primer dan norma hukum sekunder. Norma hukum primer adalah norma hukum yang berisi suruhan, sedangkan norma hukum sekunder adalah norma hukum yang berisi sanksi untuk memastikan 11

supaya norma hukum primer dipenuhi.

Jika membicarakan tentang norma hukum dalam negara, akan ditemui teori norma hukum yang memiliki dua wajah dari Adolf Merkel. Teori dua wajah ini memiliki arti bahwa norma hukum ke atas ia bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya, tetapi ke bawah ia juga menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma hukum di bawahnya. Hal ini berakibat pada kondisi bahwa suatu norma hukum masa berlakunya tergantung pada norma hukum yang ada di atasnya. Apabila norma hukum yang berada di atasnya dicabut atau dihapus, pada dasarnya norma-norma hukum yang berada di bawahnya akan tercabut dan terhapus pula. Teori ini berkaitan dengan teori hierarki peraturan Perundang-undangan yang dinyatakan oleh Hans Nawiasky dan Hans Kelsen.

Hans Kelsen menyatakan bahwa norma itu berjenjang dan berlapis dalam suatu hierarki, dalam arti norma yang lebih rendah bersumber dan berlaku berdasarkan norma yang lebih tinggi. Norma tersebut akan terus membentuk suatu tingkatan hingga norma teratas yang sudah tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, berisfat hipotesis, fiktif, yang disebut sebagai norma dasar atau grundnorm. Norma ini bersifat presupposed artinya ditetapkan oleh masyarakat secara bersama-sama. Selain Hans Kelsen, Hans Nawiasky juga mengeluarkan teori tentang jenjang 12

Image 3

norma dalam negara yang terbagi dalam kelompok-kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok I : Staatsfundamnetalnorm atau norma fundamental negara;

2. Kelompok II : Staatsgrundgesetz atau aturan dasar negara atau aturan pokok negara;

3. Kelompok III : Formell Gesetz atau undang-undang formal; 4. Kelompok IV : Verordnung & Autonome Satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom.